REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Secara umum, dzikir dapat dibagi dua. Yakni zikir dalam bentuk ibadah yang ketentuannya diatur secara khusus oleh agama, dan zikir yang tidak dilakukan Rasulullah tapi tidak keluar dari koridor agama.
KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menjelaskan, dzikir yang berkenaan dengan ibadah merupakan zikir yang secara langsung dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana yang disinggung di dalam Alquran.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Thaha ayat 4, “Innaniy anallaha la ilaha illa ana fa’buduni wa aqimishalata lidzikri,”. Yang artinya, “Maka dirikanlah shalat untuk berzikir (mengingat) kepada-Ku,”.
Adapun dzikir yang kedua, yaitu zikir yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW namun tidak keluar dari koridor agama. Misalnya zikir yang dilakukan oleh beberapa ulama, yang lafadz-lafadznya diambil dari nash-nash Alquran dan hadits. Lalu disatukan menjadi sebuah bacaan dzikir, atau biasa disebut sebagai tahlilan.
Mengenai berdzikir dengan lafadz ‘Subhanallah wal-hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar’, telah disebutkan dalam hadis riwayat Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda, “Khairul-kalam arba’un la yadurruka bi-ayyihinna bada’ta subhanallahi wal-hamdulilla wa laa ilaha illallah wallahu akbar,”.
Yang artinya, “Ada empat kalimat terbaik. Tidak masalah engkau memulainya dari mana; Subhanallah wal-hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar,”.