REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW melarang umatnya meniup makanan dan minuman. Lantas mengapa perbuatan itu dilarang? Lembaga Fatwa Dar al-Ifta Mesir menyampaikan pemaparan mengenai hal itu.
Larangan meniup makanan dan minuman punya kaitan dengan kebersihan dan etika terhadap apa yang dikonsumsi. Dahak, lendir, dan bau mulut yang tidak enak itu keluar bersama napas dan menimbulkan bau tak sedap sehingga membuat orang jijik saat menyantap makanan atau meneguk minuman.
Dar al-Ifta menyampaikan, meniup makanan dan minuman adalah salah satu perilaku yang dilarang oleh syariat. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Abbas, bahwa dia berkata, "Rasulullah SAW melarang meniup makanan."
Larangan tersebut karena ada kekhawatiran sebagian dari air liur akan jatuh ke dalam makanan dan akan membuat jijik orang yang hendak memakannya. Tidak ada sesuatu yang berbahaya soal mengapa itu dilarang dan alasan pelarangan itu bukan karena air liur manusia itu najis. Secara syariat, air liur manusia itu suci.
Syariat Islam adalah syariat terpadu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah SWT telah mengatur ajaran Islam, hukum-hukumnya dan etika agar manusia dapat menata segala aspek kehidupan. Mulai dari ibadah, makanan, minuman, pakaian, pendidikan, dan perilaku individu maupun masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." (Ditakhrij oleh Imam al-Bazzar dari jalur Abu Hurairah)
Imam Ath-Thabrani memasukkan hadits tersebut ke dalam kitabnya, Al-Awsat. Dia merujuk pada kitab yang tulis Ibn Battal yakni Syarah Shahih al-Bukhari. Dalam kitab ini, disebutkan bahwa Al-Muhallab berkata:
"Dalam hadits-hadits bab mengenai hal ini ada bukti bahwa air liur manusia tidak najis. Ini menandakan bahwa larangan meniup makanan dan minuman itu bukan karena air liur itu mengotorinya, melainkan karena khawatir orang yang mengonsumsinya akan mengotorinya atau mempermalukannya sehingga datanglah perintah untuk berdisiplin terhadap makanan dan minuman."