Senin 01 Nov 2021 06:02 WIB

Limbah Masker Terus Menyapu Pantai Sejak Pandemi.

Masker tidak bisa didaur ulang dan harus dibakar.

Red: Dwi Murdaningsih
Limbah masker dinilai dapat menularkan virus covid jika tak dikelola dengan benar.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Limbah masker dinilai dapat menularkan virus covid jika tak dikelola dengan benar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masker diperlukan akibat pandemi Covid-19. Tapi limbah masker kini mulai jadi masalah, karena mengotori lingkungan dan lautan. Bagaimana cara mengatasinya?

Air laut di kepulauan Soko, di barat daya Hong Kong sudah dari dulu terpolusi. Namun, akibat pandemi COVID-19, limbah jenis baru bermunculan, yaitu masker. Gary Stokes, kepala bagian operasi organisasi lingkungan Oceans Asia mengungkap, limbah masker terus menyapu pantai sejak pandemi.

Baca Juga

Sekarang timbul pertanyaan, seberapa bahayakah limbah masker bagi planet kita? Ini adalah benda yang kita gunakan setiap hari. Mengapa begitu banyak dari limbah ini mendarat di lautan, dan tidak tersalur lewat jalur limbah yang biasa? Bagaimana sebenarnya cara tepat membuang masker? 

Masker tidak layak untuk didaurulang

Bernhard Schodrowski, Kepala Humas Ikatan Pengolahan Limbah, Air dan Bahan Baku (BDE) mengatakan, baik masker kelas tinggi maupun yang lebih sederhana, harus dibuang ke tempat sampah dan tidak layak untuk didaurulang. Demikian pula sarung tangan. Karena ini adalah limbah medis, dan sudah digunakan. Jadi harus dibakar.

Sayangnya, tidak semua masker akhirnya mendarat di insinerator, karena lautan kita ternyata dipenuhi sampah. Seberapa bahayakah limbah ini bagi kehidupan di laut? Sebenarnya bahan apakah yang digunakan untuk membuat masker? 

Untuk mengetahui itu semua, kita lihat masker FFP2 atau KN95 yang dibeli di apotek, juga masker lain yang dibeli di supermarket di Berlin dan dua masker tipe lain yang dipesan di internet.  

Itu semua dikirim ke sebuah laboratorium untuk dianalisis. Hasilnya akan menunjukkan materi yang digunakan untuk membuat masker, dan seberapa bahayanya bagi lingkungan hidup.

Dua pekan kemudian, hasilnya sudah ada. Berita bagusnya, mengenakan masker tidak merugikan manusia. Mengenakan masker selama 8 jam sehari juga tidak merugikan. Tapi kalau soal dampaknya bagi lingkungan hidup, masalahnya lain lagi.

Perlu waktu lama untuk terurai di alam

"Kalau orang membuang masker di suatu area di pedesaan, itu tidak langsung merusak lingkungan. Kerugiannya ditimbulkan unsur yang dikandung masker, misalnya polipropilena, yang perlu waktu lama untuk membusuk,“ demikian dijelaskan Veit Houben dari CTL Labor.  

Itulah alasan mengapa masker harus dibuang dengan cara tepat. Jika orang membuang masker begitu saja di hutan, sampah itu masih ada untuk waktu sangat lama.

Nantinya yang tersisa adalah mikroplastik. Itu yang membuat masker berbahaya bagi lingkungan hidup. Di sepanjang pantai Hong Kong, ilmuwan menemukan limbah masker dan jumlahnya tambah banyak. Mereka memperkirakan, sekitar 1,5 miliar masker tiba di laut tahun lalu.

 

 

Bagaimana cara mengatasinya? Kurangi penggunaan masker sekali pakai

"Nomor satu: kita harus mengurangi penggunaan masker yang hanya sekali pakai. Kedua: pemerintah juga harus mengambil tindakan. Tepatnya bagaimana pemerintah menangani fasilitas manajemen limbah,“ demikian ditegaskan Gary Stokes dari OceansAsia.

Misalnya, tong sampah di jalanan kerap punya lubang sangat besar di bagian atas. Orang melempar masker masuk ke tong sampah dan berpikir sudah melakukan yang benar, tapi sampah di dalam tong bisa tertiup angin. 

Begitu berada di jalanan, tentu bisa jatuh ke kanal pembuangan, sehingga akhirnya sampai ke laut. “Jadi ini penanganan bersama, dari pemerintah dan individu," ditambahkan Gary Stokes.

 

sumber: https://www.dw.com/id/bagaimana-cegah-masker-polusi-lingkungan/a-59301326

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement