Rabu 03 Nov 2021 03:25 WIB

Top 5 News: Polisi Palak Sopir Truk Bawang, PKI Culik Yani

Seorang polisi meminta sekarung bawang sebagai pengganti tilang kepada sopir truk.

Seorang polisi Satlantas Polresta Bandara Soekarno-Hatta dilaporkan meminta sekarung bawang kepada seorang sopir truk sebagai ganti tilang. Ilustrasi Pungli
Foto: Foto : MgRol112
Seorang polisi Satlantas Polresta Bandara Soekarno-Hatta dilaporkan meminta sekarung bawang kepada seorang sopir truk sebagai ganti tilang. Ilustrasi Pungli

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri tak henti-hentinya menjadi sorotan publik karena aksi negatif anggotanya di lapangan. Kali ini, seorang oknum polisi dilaporkan meminta sekarung bawang kepada pengendara truk yang ditilang. Anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Bandara Soekarno-Hatta berinisial Aiptu PDH itu menolak uang Rp 100 ribu yang ditawarkan sang sopir tetapi memilih meminta sekarung bawang untuk dibawa pulang. Akibat ulahnya citra kepolisian pun semakin tercoreng.

Kabar ulah negatif dari Aiptu PDH itu masuk dalam daftar top 5 news Republika.co.id sepanjang 24 jam pada Selasa (2/11). Sementara posisi puncak ditempati berita yang berisi kisah penculikan Jenderal Ahmad Yani kamis malam, 30 September 1965.

Berikut lima berita terpopuler di Republika.co.id:

1a. Telepon Misterius di Rumah Jenderal Yani Jelang Penculikan

Pada Kamis malam, 30 September 1965. Kolonel Soegandhi Kartosoebroto, bekas ajudan senior Presiden Sukarno mendatangi rumah Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Letjen) TNI Ahmad Yani di Jalan Lembang D-58, Menteng, Jakarta Pusat.

Ia bermaksud memberitahukan kepada Jenderal Yani bahwa Presiden Sukarno marah-marah di Istana. "Apa itu Dewan Jenderal?! Apa itu Dewan Jenderal?!" kata Kolonel Sugandhi menirukan ucapan Sukarno yang sedang marah.

Kolonel Soegandhi, anggota DPR Gotong Royong menceritakan hal tersebut kepada Mayor CPM (Corps Polisi Militer) Subardi, ajudan dari Letjen Ahmad Yani, di rumah dinas Panglima Angkatan Darat.

Buku agenda dan catatan harian Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani sebelum dibunuh terkait G30S/PKI.

Soegandhi urung melaporkan langsung kepada Jenderal Yani. Ia menyampaikan hal tersebut kepada Mayor Subardi untuk disampaikan kepada orang nomor satu di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Alasannya, masih ada tamu di kediaman Jenderal Yani.

Mengenai Dewan Jenderal, Jenderal Yani sesungguhnya sudah menjelaskan kepada Presiden Sukarno. Yani dalam buku agendanya menyebutkan, Presiden Sukarno terpengaruh oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang mengembuskan isu Dewan Jenderal, yang ingin melakukan kudeta terhadap Presiden pada 5 Oktober 1965. Tepat saat hari ulang tahun (HUT) TNI.

"Isu Dewan Jenderal, jenderal-jenderal Pentagon berkulit sawo matang, serta Dokumen Gilshrist tentang Our Local Army Friend dibuat oleh PKI untuk menyudutkan saya," kata Yani dalam tulisan di agendanya.

Baca berita selengkapnya di sini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement