Kamis 04 Nov 2021 08:02 WIB

Dolar AS Melemah Setelah Pengumuman The Fed

Fed memotong 15 miliar dolar AS dari 120 miliar dolar AS pembelian aset bulanan.

Petugas menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (7/2). Dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada akhir perdagangan Rabu (3/11), setelah Federal Reserve AS mengatakan akan mulai melepaskan stimulus era pandemi.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Petugas menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (7/2). Dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada akhir perdagangan Rabu (3/11), setelah Federal Reserve AS mengatakan akan mulai melepaskan stimulus era pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada akhir perdagangan Rabu (3/11), setelah Federal Reserve AS mengatakan akan mulai melepaskan stimulus era pandemi. Tapi Fed berpegang pada keyakinannya bahwa inflasi yang tinggi akan terbukti sementara dan kemungkinan tidak memerlukan kenaikan suku bunga yang cepat.

The Fed mengumumkan pemotongan bulanan 15 miliar dolar AS dari 120 miliar dolar AS pembelian bulanan obligasi pemerintah dan sekuritas yang didukung hipotek. Tetapi Fed tidak banyak memberi sinyal kapan mungkin bank sentral memulai fase berikutnya dari "normalisasi" kebijakan dengan menaikkan suku bunga.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya melemah setelah pernyataan Fed, mencapai terendah sesi sebelum membalikkan beberapa kerugian, dan terakhir turun 0,045 persen pada 94,068, masih dalam jangkauan tertinggi 2021 di 94,563 yang dicapai bulan lalu. Aksi jual awal dalam dolar setelah pengumuman Fed kemungkinan karena aksi ambil untung, kata Scott Petruska, kepala strategi mata uang di Silicon Valley Bank.

"Pasar sangat didominasi posisi beli dolar AS sampai saat ini dan mereka masih di situ," katanya.

Selama sisa kuartal, dolar akan didukung oleh imbal hasil obligasi Pemerintah AS yang relatif lebih tinggi, The Fed menunjukkan keinginan untuk menghentikan inflasi dan mengakui sampai batas tertentu bahwa inflasi mungkin tidak sementara seperti yang mereka duga, dan sebagai tempat berlindung yang aman, katanya.

Pengumuman Fed mengikuti pertemuan Bank Sentral Australia (RBA) pada Selasa (2/11) dan Bank Sentral Eropa (ECB) Rabu (3/11) lalu, keduanya mendorong kembali terhadap perkiraan pasar untuk kebijakan yang lebih ketat. Bank sentral Inggris (BoE) bertemu pada Kamis waktu setempat.

Presiden ECB Christine Lagarde mengatakan kenaikan suku bunga pada 2022 sangat tidak mungkin karena inflasi terlalu rendah, mengirim imbal hasil obligasi pemerintah lebih rendah. Tapi euro hampir tidak bergerak.

Terhadap euro, greenback hampir datar di 1,15825 dolar AS. Itu tidak jauh dari level terendah 1,1522 dolar AS untuk euro yang dicapai pada Oktober, yang merupakan level terkuat untuk dolar sejak Juli 2020.

Dolar/yen diperdagangkan pada 114,125, mendekati level tertinggi empat tahun. 

RBA pada Selasa (2/11) mengabaikan target imbal hasil jangka pendeknya dan menurunkan ekspektasinya untuk mempertahankan suku bunga pada rekor terendah hingga 2024, meskipun Aussie jatuh karena bank juga mendorong kembali perkiraan agresif untuk kenaikan 2022. Aussie turun 1,2 persen terhadap dolar AS pada Selasa (2/11) dan duduk di 0,7425 dolar AS pada Rabu (3/11), turun 0,05 persen dari sesi pembukaan. Dolar Selandia Baru juga terseret 1,0 persen lebih rendah pada Selasa (2/11), tetapi mendapat dukungan pada Rabu (3/11) dari data tenaga kerja yang kuat dan naik 0,27 persen menjadi 0,71285 dolar AS.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement