REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China mengecam laporan Pentagon tentang peningkatan dan perluasan persenjataan nuklir Negeri Tirai Bambu. Beijing menilai Pentagon membesar-besarkan ancaman nuklir negara tersebut.
Seperti dilaporkan laman Sputnik, Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataannya pada Kamis (4/11), mengatakan, laporan Pentagon perihal persenjataan nuklir negaranya penuh dengan prasangka.
Pada Rabu (3/11) lalu, Pentagon, dalam laporannya mengatakan, China telah memperluas kekuatan nuklirnya jauh lebih cepat dari yang diperkirakan para pejabat Amerika Serikat (AS) setahun lalu. Beijing tengah merancang kekuatan militernya untuk dapat menyamai atau bahkan melampaui kekuatan global AS pada pertengahan abad ini.
Pentagon menyebut jumlah hulu ledak nuklir China dapat meningkat menjadi 700 dalam waktu enam tahun. Angkanya diprediksi dapat mencapai 1.000 pada 2030 mendatang. Laporan terbaru Pentagon tak menyebut berapa banyak senjata yang dimiliki China saat ini. Namun setahun lalu, mereka memperkirakan jumlahnya sekitar 200-an.
Sebagai perbandingan, AS memiliki 3.750 senjata nuklir dan tidak berencana meningkatkannya. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang melakukan tinjauan komprehensif terhadap kebijakan nuklirnya. Ia belum menyampaikan bagaimana hal itu dapat dipengaruhi oleh kekhawatirannya terhadap Negeri Tirai Bambu.
Laporan Pentagon didasarkan pada informasi yang dikumpulkan hingga Desember 2020. Sebab di dalamnya tak dikutip ekspresi keprihatinan Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Milley tentang uji coba senjata hipersonik China musim panas lalu.
Laporan Pentagon hanya merujuk pada fakta yang diketahui secara luas bahwa China telah menerjunkan rudal balistik jarak menengah DF-17. Rudal itu dilengkapi dengan kendaran luncur hipersonik dan dirancang untuk menghindari pertahanan rudal AS.
Sesaat sebelum Pentagon merilis laporannya, Jenderal Mark Milley mengatakan kepada Aspen Security Forum bahwa uji coba rudal hipersonik dan kemajuan China lainnya adalah bukti dari apa yang dipertaruhkan bagi dunia. “Kita menyaksikan salah satu pergeseran terbesar dalam kekuatan global dan geostrategis yang telah disaksikan dunia,” ujarnya.