Rabu 10 Nov 2021 18:01 WIB

Dibutuhkan, Industri Pengolahan untuk Serap Telur Nasional

Tahun ini, Indonesia diprediksi surplus telur hingga 200 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja memilah telur ayam di Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (4/10). Tahun ini, Indonesia diprediksi surplus telur hingga 200 ribu ton.
Foto: Antara/Adeng Bustami
Pekerja memilah telur ayam di Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (4/10). Tahun ini, Indonesia diprediksi surplus telur hingga 200 ribu ton.

REPUBLIKA.CO.ID, Dedy Darmawan Nasution

JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan harga telur ayam ras di Indonesia masih belum cukup berdaya saing untuk mendukung berdirinya industri tepung telur. Koordinator Pengolahan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Kementan, Boethdy Angkasa, menyampaikan, pihaknya telah mengundang para calon investor yang dapat berinvestasi. Dari sisi stabilitas suplai bahan baku, Indonesia sudah sangat mumpuni.

Baca Juga

"Tapi yang menjadi masalah soal harga karena mereka (investor) ingin agar harga bisa Rp 13 ribu-Rp 14 ribu per kilogram (kg) sementara harga kita saat ini Rp 18 ribu-Rp 19 ribu per kg. Peternak tidak mau kalau di bawah itu," kata Boethdy dalam webinar, Rabu (10/11).

Ia mengungkapkan, persoalan harga menjadi sangat strategis karena tingkat rendemen tepung telur yang cenderung kecil, yakni sekitar 10 persen untuk putih telur dan 15-16 persen untuk kuning telur. Dengan kata lain, untuk dapat memproduksi 1 kg tepung telur dibutuhkan minimal 5-6 kg telur segar.