Kamis 11 Nov 2021 12:10 WIB

Transaksi LCS Indonesia-Jepang Naik 10 Kali Lipat

Nilai transaksi LCS Jepang-RI mencapai 109,4 juta dolar AS per bulan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Indonesia dan Jepang. Ilustrasi
Foto: pn-sabang.go.id
Bendera Indonesia dan Jepang. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan nilai yang signifikan dalam penyelesaian transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) antara pelaku usaha di Indonesia dan Jepang. Kenaikan mencapai 10 kali lipat per September 2021 dari tahun 2020, menjadi setara 109,4 juta dolar AS per bulannya.

Pada penerapan awal di tahun 2020, nilai transaksi per bulannya baru mencapai setara 9,8 juta dolar AS. Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengatakan percepatan penerapan LCS dengan mitra dagang utama dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), khususnya di sektor ekspor-impor dan investasi.

Baca Juga

Destry menambahkan, Jepang tercatat sebagai mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia dari sisi ekspor dan ketiga dari sisi negara impor. Dengan adanya kerja sama LCS antara Jepang-Indonesia, volume dan nilai perdagangan hingga investasi kedua negara diharapkan dapat terus meningkat.

"Hubungan perdagangan dan investasi Jepang terus mengalami peningkatan, ini kita bisa optimalkan melalui LCS Indonesia dengan Jepang," kata Destry pada acara Webinar Local Currency Settlement (LCS) Indonesia-Jepang dengan tema “Merajut Asa Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Local Currency Settlement", pada Rabu (10/11).

Saat ini kerja sama LCS telah terjalin dengan empat negara mitra dagang terbesar di Indonesia, yaitu Thailand, Malaysia, Jepang, dan China. Keempat negara tersebut dipilih karena nilai transaksi perdagangan dan investasi langsung yang tinggi.

Penyelesaian transaksi ekspor rata-rata pada tahun 2015 hingga 2020 sebesar 94 persen untuk ekspor dan 83 persen untuk impor menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Ke depan, Destry menyampaikan ketergantungan terhadap satu mata uang bisa dikurangi melalui penerapan LCS.

"Kita coba untuk tidak ketergantungan terhadap satu mata uang tertentu, kita coba diversifikasi agar risikonya menjadi manageable," tambahnya.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengapresiasi andil BI dalam hal surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2021, yang mencatat sebesar 4,37 miliar dolar AS. Penerapan LCS, kata Jerry, sangat membantu pertumbuhan kinerja ekspor di tengah pandemi, termasuk kinerja perdagangan ke Jepang.

"Ini hal positif untuk bersama-bersama untuk meningkatkan neraca perdagangan karena Sektor perdagangan terkait sektor keuangan," sambungnya.

Jerry berharap agar BI terus aktif dalam melakukan sosialisasi penerapan LCS kepada stakeholders. Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat, menambahkan, LCS merupakan bagian dari Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.

LCS, lanjut Donny, menjadi program kerja dari tiga inisatif utama BPPU 2025, khususnya pada inisiatif peningkatan transmisi kebijakan moneter. Secara teknis, transaksi LCS seperti Indonesia dan Jepang, difasilitasi oleh mitra Bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) yang ditunjuk oleh bank sentral kedua negara.

Bank yang ditunjuk ini membantu proses penyelesaian transaksi perdagangan hingga investasi dengan mata uang lokal. Jadi nantinya transaksi bisa langsung menggunakan Rupiah dan Yuan tanpa perlu dikonversi ke mata uang dolar.

"Melalui Bank ACCD, transaksi didorong direct, tidak memakai cross currency rate," kata Donny.

Pihaknya membuka peluang bagi bank di Indonesia untuk bergabung ke dalam Bank ACCD yang mendukung penerapan LCS. Ke depan, BI mendorong agar transaksi LCS juga menjadi lebih efisien dengan adanya benchmark pricing.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement