Kamis 11 Nov 2021 14:27 WIB

Iran Enggan Ladeni Tuntutan AS dalam Kesepakatan Nuklir

Iran enggan didikte soal kesepakatan nuklir, Israel persiapkan kemungkinan konflik

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi menyapa media saat dia pergi setelah konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama , menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi menyapa media saat dia pergi setelah konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama , menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Iran dan Amerika Serikat (AS) dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di Wina, Austria, akhir bulan ini. Namun Iran menyatakan, pada kesempatan itu, fokus yang bakal dibahas adalah perihal pencabutan sanksi AS terhadapnya.

Juru runding Iran Ali Baqeri Kani mengungkapkan tidak ada pembicaraan tentang masalah nuklir di Wina. Menurut dia, hal tersebut telah diselesaikan sepenuhnya dalam kerangka JCPOA.

Baca Juga

“Pertanyaan utama dalam pembicaraan di ibu kota Austria adalah penghapusan sanksi tidak sah dan akibat yang dihasilkan dari penarikan sepihak AS dari kesepakatan (JCPOA),” katanya pada Rabu (10/11) dikutip laman Fars News Agency.

Menteri Luar Negeri Iran Amir Abdollahian mengungkapkan terkait JCPOA negaranya menginginkan kesepakatan yang baik. “Ini memerlukan beberapa syarat, termasuk anggota JCPOA lainnya harus memenuhi komitmen mereka dan sanksi harus dicabut secara efektif,” ujarnya.

Dia menekankan program pertahanan Iran adalah hak berdaulat mereka. Menurutnya, terlepas dari perilaku AS yang tak konstruktif dalam menjatuhkan sanksi, Iran akan terus meningkatkan kekuatan pertahanannya.

Sebelumnya Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan ia tak akan menerima tuntutan berlebihan dari negara Barat dalam pembicaraan pemulihan JCPOA. “Kami tidak akan meninggalkan meja perundingan, tapi kami juga akan menentang tuntutan berlebihan yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat Iran,” kata Raisi pada Kamis (4/11) pekan lalu.

Dia menegaskan pemerintahannya tidak akan mundur dengan cara apa pun jika menyangkut kepentingan rakyat Iran. “Namun kami akan melanjutkan upaya untuk menetralisir sanksi yang menindas dan mengambil tindakan untuk mencabutnya,” ujarnya.

JCPOA disepakati pada 2015 antara Iran dan negara kekuatan dunia yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta China. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.

Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan.

Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement