Kamis 11 Nov 2021 21:26 WIB

Ijtima Ulama: Jangan Stigma Negatif Makna Jihad dan Khilafah

Pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ijtima Ulama: Jangan Stigma Negatif Makna Jihad dan Khilafah. Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh saat konferensi pers pada penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Jakarta, Kamis (11/11).
Foto: dok. Istimewa
Ijtima Ulama: Jangan Stigma Negatif Makna Jihad dan Khilafah. Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh saat konferensi pers pada penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Jakarta, Kamis (11/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII membahas makna jihad dan khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menerangkan pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis. Sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan yang ditujukan untuk kepentingan menjaga keluhuran agama (hirasati al-din) dan mengatur urusan dunia (siyasati al-duniya).

Baca Juga

"Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat berbagai model atau sistem kenegaraan dan pemerintahan serta mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar'i," kata Kiai Asrorun saat konferensi pers pada penutupan ijtima ulama di Jakarta, Kamis (11/11).

Ia menerangkan khilafah bukan satu-satunya model atau sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktikkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model atau sistem pemerintahan seperti monarki, keemiran, kesultanan, dan republik.

Ia mengatakan bangsa Indonesia sepakat membentuk negara kesatuan yang berbentuk republik sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Itu sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Kiai Asrorun juga menerangkan, jihad merupakan salah satu inti ajaran dalam Islam guna meninggikan kalimat Allah (li i’laai kalimatillah) sebagaimana telah difatwakan oleh MUI. Dalam situasi damai, implementasi makna jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan.

"Dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban Muslim mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan negara," ujarnya.

Ia menjelaskan MUI menggunakan manhaj wasathiyah (berkeadilan dan berkeseimbangan) dalam memahami makna jihad dan khilafah. Oleh karena itu, MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam.

"Sebaliknya, MUI juga menolak pandangan yang memaknai jihad dengan semata-mata perang dan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan," ujarnya.

Sehubungan dengan itu MUI merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement