REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap musibah yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia memiliki tujuan tersendiri. Setiap tak dapat menyangkal musibah dan cobaan, hanya perlu bersiap menghadapi dan bermunajat kepada Allah.
Dilansir di Elbalad, Jumat (12/11), terdapat doa untuk menghilangkan kesulitan dan penderitaan sebagaimana yang pernah dilakukan Nabi Khidir ‘alaihissalam. Musibah yang menimpa seorang hamba belum tentu merupakan azab dari Allah karena dia melakukan dosa.
Bisa jadi musibah yang menimpa seorang hamba merupakan ujian dari Allah SWT sebagai upaya megangkat derajat kebaikan serta memberikan ampunan dari tindakan buruk yang pernah dilakukan. Dan di antara orang-orang yang paling menderita di dunia ini adalah para Nabi. Adapun doanya sebagai berikut.
Doa Nabi Khidir Saat Hadapi Cobaan
بِسْمِ الله مَاشَاءَ الله لاَ يَسُوْقُ الْخَيْرَ إِلاَّ الله بِسْمِ الله مَاشَاءَ الله لاَ يَصْرِفُ السُّوْءَ إِلاَّ الله بِسْمِ الله مَاشَاءَ الله مَاكَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ الله بِسْمِ الله مَاشَاءَ الله لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله
“Bismillahi masya Allah laa yasuqulkhaira illallah, bismillahi masya Allah laa yashrifu as-su-a illallah bismillahi masya Allah maa kana min ni’matihi faminallahi masya Allah la haula wa la quwwata illa billahil-aliyyil-azhim.”
Yang artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang segala sesuatu terjadi atas kehendak dan kuasa-Nya. Tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Allah. Dengan menyebut nama Allah yang segala sesuatu terjadi atas kehendak dan kuasa-Nya, tidak ada yang menyingkirkan kebatilan kecuali Allah. Dengan menyebut nama Allah yang segala sesuatu terjadi dengan kehendak dan kuasa-Nya, tidakada kenikmatan selain dari Allah.
Dengan menyebut nama Allah yang segala sesuatu terjadi atas kehendak dan kuasa-Nya, tidak ada daya untuk berbuat kebaikan kecuali atas pertolongan Allah dan tidak ada kekuatan untuk menghindar dari maksiat kecuali dengan perlindungan Allah Yang Maha Agung,”.
Doa ini banyak direkomendasikan ulama, untuk menghadapi ujian dan cobaan. Di antaranya adalah Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Al Hasani, dalam kitabnya Syawariq Al-Anwar.
Sumber: elbalad