Ahad 14 Nov 2021 10:13 WIB

Ini Kiat Siberkreasi Untuk Kenali Pinjol Ilegal

Hati-hati atas tawaran bonus atau fasilitas yang berlebihan.

Red: Fuji Pratiwi
Kasus penipuan fintech (ilustrasi).
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kasus penipuan fintech (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Yosi Mokalu, mengungkapkan enam hal yang harus betul-betul diperhatikan ketika mendapat penawaran pinjaman online (pinjol) agar tidak terjerat layanan teknologi finansial yang palsu.

Yosi berpendapat, rasa nyaman saat menikmati kecepatan internet memberikan efek samping yang berbahaya terhadap keamanan digital. Yakni tidak peduli, tidak hati-hati hingga tidak kritis saat berurusan dengan teknologi digital. Termasuk saat mendapatkan penawaran pinjaman online.

Baca Juga

"Ini berkontribusi pada kurang hati-hati dalam keamanan digital," kata Yosi, dikutip Ahad.

Untuk itu, Siberkreasi memberi beberapa tip. Pertama, kenali siapa atau lembaga apa yang memberikan pinjaman. Pinjaman online ilegal biasa memberikan iming-iming bonus atau fasilitas yang berlebihan.

Informasi tersebut biasanya disebarkan melalui SMS atau pesan instan. "Kalau terkesan mengejar-ngejar, memaksa, sebaiknya kita waspada," kata Yosi.

Kedua, informasi yang diberikan tekfin bodong biasanya tidak jelas. Pengguna internet harus mencermati betul alamat email, website dan informasi yang ada di website perusahaan teknologi finansial.

Pengguna sebaiknya berhati-hati jika dikirimi pemberitahuan pinjaman online dari alamat email pribadi, bukan atas nama perusahaan. Selain itu cari tahu juga alamat perusahaan.

Ketiga, pinjaman online sering memberikan persyaratan yang terlalu mudah, terutama jika dibandingkan pinjaman konvensional. Masyarakat seharusnya curiga jika pemberi pinjaman mengabaikan riwayat kredit penerima pinjaman.

Keempat, pinjaman online ilegal meminta uang muka atau biaya administrasi dengan alasan mempermudah proses pinjaman uang. Kelima, pinjol ilegal, akan meminta informasi yang berlebihan, seperti kata sandi. Perusahaan teknologi finansial sektor lending yang resmi biasanya meminta nama, alamat, email, KTP dan nomor telepon.

Terakhir, pengguna harus teliti sebelum memasang aplikasi. Pinjaman online ilegal biasanya meminta akses ke daftar kontak, galeri dan riwayat panggilan.

"Kalau seperti itu, tidak usah disetujui," kata Yosi.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mendapati 3.747 aduan masyarakat tentang pinjaman online ilegal sejak awal tahun ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement