Anggota DPR Minta BSSN Audit Forensik Sistem Seleksi CASN

Audit forensik perlu dilakukan terhadap seluruh sistem seleksi dari Sabang-Merauke

Selasa , 16 Nov 2021, 12:00 WIB
Sejumlah peserta Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) bersiap untuk mengikuti ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) berbasis komputer di Telkom University, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Senin (20/9). SKD CASN Pemkab Bandung 2021 tersebut diikuti oleh 8.562 orang peserta yang memperebutkan 490 formasi. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah peserta Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) bersiap untuk mengikuti ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) berbasis komputer di Telkom University, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Senin (20/9). SKD CASN Pemkab Bandung 2021 tersebut diikuti oleh 8.562 orang peserta yang memperebutkan 490 formasi. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim meminta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) lakukan audit forensik sistem dan perangkat yang digunakan dalam seleksi tes Calon Aparatur Sipil Negara (CASN). Hal ini merespons ditemukan adanya dugaan kecurangan.

"Pemerintah melalui BSSN perlu lakukan audit forensik terhadap seluruh sistem yang digunakan dalam seleksi dari Sabang sampai Merauke. Untuk mengetahui di mana dan komputer mana saja yang digunakan peserta ada remote access diunduh dan jejak digital peserta lakukan kecurangan," kata Luqman di Jakarta, Selasa (16/11).

Baca Juga

Hal itu dikatakannya terkait hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPan-RB) Tjahjo Kumolo, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian yang digelar secara tertutup di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/11).

Luqman menilai kalau audit forensik tersebut dilakukan maka proses tes Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) harus ditunda dulu karena berdasarkan laporan yang diterima Komisi II DPR, baru 9 titik yang dilaporkan terjadi indikasi kecurangan. "Karena yang dilaporkan baru 9 titik lokasi, rata-rata di luar Pulau Jawa. Saya khawatir kecurangan di lokasi tes di Pulau Jawa lebih dahsyat jika melihat modus kecurangan yang dilakukan," ujarnya.