REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dilansir di aboutislam.net, mantan Presiden Masyarakat Islam Amerika Utara, Muzammil Siddiqi menjelaskan fertilisasi in vitro adalah metode biomedis baru untuk membantu pasangan yang tidak dapat memiliki anak melalui hubungan suami istri yang normal.
Para ahli hukum muslim modern melakukan penelitian tentang metode ini dan berdasarkan prinsip-prinsip Syariah telah memberikan pendapat mereka.
"Ini adalah metode biomedis yang umumnya digunakan ketika, karena beberapa halangan, sperma suami tidak dapat mencapai sel telur. Dalam hal ini sel telur dikeluarkan dari ovariumnya pada saat ovulasi. Sel telur ini kemudian dilepaskan ke sperma suami secara in vitro dengan harapan akan dibuahi. Sel telur yang telah dibuahi kemudian disimpan dalam tabung reaksi dan pada tahap selanjutnya ketika menjadi embrio, sel telur itu disimpan di dalam rahim wanita,"ujar dia.
Dengan demikian, seorang wanita yang sebaliknya tidak dapat mengandung bayi dapat memiliki kehamilan yang normal dan pasangan tersebut memiliki anak. Berdasarkan prinsip bahwa syari'at datang untuk melindungi dan melestarikan garis keturunan atau nasab manusia dan dengan demikian haram menikahi seorang wanita selama iddahnya atau bersetubuh dengan wanita yang sedang mengandung anak orang lain.
Para ahli hukum muslim telah mengizinkan penggunaan fertilisasi in vitro hanya di antara pasangan yang menikah secara sah selama pernikahan mereka. Dengan demikian, pembuahan in vitro diperbolehkan selama air mani dan sel telur berasal dari pasangan yang menikah secara sah dan pembuahan terjadi selama perkawinan mereka, bukan setelah perceraian atau kematian suami.
Seorang wanita yang diceraikan tidak diperbolehkan menerima ovum (embrio) yang telah dibuahi dari mantan suaminya. Demikian pula, seorang janda tidak diperbolehkan mengambilnya setelah kematian suaminya. Surogasi, yaitu memberikan embrio kepada wanita lain untuk melanjutkan kehamilan di dalam rahimnya juga tidak diperbolehkan dalam Islam. Juga tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslim untuk bertindak sebagai ibu pengganti.
Sumber:
https://aboutislam.net/counseling/ask-the-scholar/health-science/in-vitro-fertilization-permissible-for-muslims/