REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Program Studi Keamanan Maritim (Prodi KM) , Fakultas Keamanan Nasional Unhan RI, bekerja sama dengan JATMAN (Jam‘iyah Ahlith Tharīqah al-Mu‘tabarah al-Nahḍiyah) dan Grow Up Institute menggelar webinar nasional dengan tema “Revitalisasi Wilayah Pesisir Melalui Rehabilitasi Mangrove dalam Meningkatkan Keamanan Nasional”. Webinar nasional tersebut diadakan pada Rabu (17/11).
Acara diawali dengan sambutan dari Dekan Fakultas Keamanan Nasional, Marsekal Muda TNI Dr Syamsunasir SSos MM CFrA. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan para keynote speech dari Mayor Jenderal TNI Sammy Ferrijana SSos MSi, dan ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pertahanan RI. KH Dr Mashudi MAg, sekretaris jenderal JATMAN dan Maulana Habib Luthfy bin Yahya selaku Rois Aam JATMAN, turut hadir mengikuti webinar nasional ini. Begitu pula perwakilan dari Komisi IV DPR RI, Ir Dani Irawati Soenarso MSi.
Webinar ini menghadirkan narasumber, mantan pejabat Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia periode tahun 2001 – 2004, Prof Dr Ir H Rokhmin Dahuri MS; pakar Bidang Pengelolaan Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Madya Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Fegi Nurhabni ST MT MSc; Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Ir Hartono MSc; serta Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Dr Yonvitner SPi, MSi (https://www.idu.ac.id/berita/pusat-studi-keamanan-maritim-unhan-ri-gelar-webinar-nasional-peran-mangrove-dalam-meningkatkan-keamanan-nasional.html)
Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS mengemukakan, banyak sekali peran dan fungsi ekosistem mangrove bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Yakni, penyerap bahan pencemar (pollutant), penyimpan karbon yang tinggi, pencegah intrusi air laut, serta pelindung hayati (bioshield) wilayah pesisir dari abrasi, tsunami, badai, dan pemanasan global
Selain itu, kata Prof Rokhmin, tempat berpijah berbagai biota laut; tempat berlindung dan berkembang biak beragam biota perairan pesisir dan lautan; penyedia hasil hutan berupa kayu dan non-kayu; pengembangan wisata alam; serta penelitian dan pendidikan.
Prof Rokhmin mengungkapkan, Indonesia merupakan negara dengan ekosistem mangrove terluas di dunia mencapai 3,1 juta ha (22,6 persen luas mangrove dunia). Indonesia memiliki sekitar 202 jenis mangrove, salah satunya jenis langka Bruguiera hainesii.
Namun amat disayangkan, laju deforestasi hutan mangrove di Indonesia mencapai 52.000 ha/tahun. Pada 1980, total luas hutan mangrove Indonesia sekitar 9,36 juta ha. Namun hingga 2019, luasan ini semakin menurun menjadi 3,31 juta ha (berkurang 65 persen).
“Indonesia mengalami kondisi mangrove paling kritis pada 2015, dimana luas lahan dengan kondisi rusak (52 persen) lebih besar dibanding kondisi baik (48 persen),” paparnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Sebagian besar kehilangan (deforestasi) mangrove terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, yang sangat jelas terlihat di sepanjang pantai timur Kalimantan.
Menurut Prof Rokhmin, ada sejumlah akar masalah mangrove di Indonesia. Antara lain, kesadaran pemerintah dan masyarakat tentang fungsi dan peran mangrove rendah; ketiadaan matapencaharian alternatif; keserakahan (greed); terbatasnya IPTEKS untuk pengelolaan ekosistem mangrove yang mensejahterakan dan berkelanjutan (sustainable); serta market and institutional failures.
Rokhmin menegaskan, masyarakat mempunyai peran penting dalam penegakan hukum dan rehabilitasi mangrove di Indonesia. Pertama, masyarakat (lokal, UMKM, dan Korporasi) harus dilibatkan dalam seluruh tahap pengelolaan ekosistem mangrove yang menyejahterakan dan berkelanjutan: (1) perencanaan, (2) implementasi, (3) Monev (monitoring & evaluation), dan (4) pengawasan & penegakan hukum (law enforcement), baik pada kebijakan dan program untuk mempertahankan luasan areal dan kualitas ekosistem mangrove yang kondisinya masih baik maupun ekosistem mangrove yang kondisinya sudah rusak .
Kedua, kata dia, peningkatan kesadaran masyarakat tentang fungsi, manfaat, dan peran strategis ekositem mangrove bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kehidupan manusia. Ketiga, penyediaan matapencaharian alternatif yang lebih mensejahterakan dan sustainable bagi masyarakat yang selama ini mencari nafkah dengan cara merusak mangrove. “Keempat, sanksi dan penindakan hukum yang berat, tegas, dan berwibawa bagi kelompok mampu (korporasi) yang merusak mangrove,” ujarnya.