REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengaku belum menetapkan upah minimum provinsi (UMP) di Ibu Kota untuk 2022 karena masih dalam pembahasan pihak terkait. "Belum ada, nanti kita lihat," kata Anies seusai menghadiri diseminasi hasil riset dan pelatihan resiliensi sekolah mitigasi bencana di kantor Dinas Pendidikan DKI, Jumat (19/11).
Terkait soal besaran UMP 2022 di Ibu Kota, ia mengaku belum mengetahui besarannya. Karena hingga Jumat pukul 16.00 WIB, belum ada informasi penetapan resmi kepada publik. "Belum tahu, belum ditetapkan," ujar Anies.
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) itu pun belum dapat memastikan penetapan UMP DKI 2022 akan diumumkan pada Jumat yang dijadwalkan sebelumnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menetapkan pengumuman besaran kenaikan UMP 2022 pada Jumat ini. "Insya Allah penetapan UMP akan kita laksanakan pada 19 November 2021," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah di Jakarta, Selasa (16/11).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah membeberkan beberapa provinsi bakal menerima upah minimum tertinggi dan terendah pada 2022. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggoro Putri menyebutkan, DKI Jakarta tetap menjadi kota yang upah minimumnya paling tinggi.
Adapun rata-rata upah minimum di Tanah Air tahun depan naik sebesar 1,09 persen. Dia menyampaikan, berdasarkan data statistik upah minimum secara umum, UMP terendah diperkirakan berlaku di Jawa Tengah sebesar Rp 1.813.011. Upah minimum tertinggi diperkirakan di DKI Jakarta sebesar Rp 4.453.724 atau meningkat dari 2021 sebesar Rp 4.416.186.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah pada Selasa menjelaskan, gubernur di Tanah Air harus menetapkan UMP paling lambat 21 November 2021. Namun, karena Ahad (21/11) merupakan hari libur nasional, penetapannya harus dilakukan paling lambat satu hari sebelumnya, yaitu 20 November 2021.
Dipilah
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, menyebutkan, pemberlakuan UMP sebesar 1,09 persen tidak bisa disamaratakan di semua provinsi. Menurut Abdul, UMP yang berpengaruh terhadap kesejahteraan para pekerja tidak bisa dipukul rata karena situasi antardaerah yang berbeda dan harus ada pertimbangan kontribusi pada ekonomi.
"Sebaiknya dipilah-pilah agar memberikan dorongan bagi pekerja. Kalau semua dipukul rata tanpa lihat kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi, agak kurang pas juga," kata Abdul saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/11).
Alternatifnya, ujar dia, bagi para pekerja di daerah yang ekonominya ditopang oleh industri padat karya dan berkontribusi besar pada perekonomian, bisa tumbuh lebih tinggi upahnya. Pertimbangan lainnya harus memperhatikan besaran inflasi daerah, yakni inflasi yang sangat berpengaruh pada kesejahteraan para pekerja.
"Kalau mau dipahami, mengapa pertumbuhan UMP hanya segitu? Karena inflasinya rendah. Kalau melihat inflasi pangan, ternyata tinggi, yakni 3,65 persen dan seharusnya itu menjadi rujukan karena pangan erat kaitannya dengan kesejahteraan," ujar Abdul.
Sejumlah formula tersebut, kata Abdul, bisa diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta yang akan menentukan besaran kenaikan UMP pada Jumat. "Prinsipnya rumus yang tadi bisa digunakan untuk menentukan berapa kenaikan upah, meski tidak selalu sama, dilihat bagaimana perkembangannya industri dalam beberapa tahun terakhir," katanya.