Aksi demonstrasi berakhir dengan kerusuhan terjadi di Kota Honiara, Kepulauan Solomon, saat massa menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Manasseh Sogavare, kemarin sore (24/11).
Aksi demonstrasi dipicu oleh perselisihan antara pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Malaita, yang menolak untuk mengakui hubungan diplomatik dengan China.
Sedikitnya seribu warga berkumpul di luar gedung parlemen ketika para politisi bersidang, menyebabkan sekolah dan perkantoran ditutup ditutup lebih awal.
Wartawan setempat, Gina Kekea, mengatakan kepada ABC jika aksi demo ini mengejutkan sebagian besar penduduk Honiara.
Massa melempari gedung-gedung dan tak berselang lama sebuah rumah tradisional di sebelah Gedung Parlemen terbakar.
"Penyebab kebakaran yakni tembakan gas air mata," kata Gina.
Seorang aparat perempuan terluka sementara beberapa pengunjuk rasa ditangkap.
Juanita Matanga, juru bicara Kepolisian Kepulauan Solomon, dalam konferensi pers menyatakan massa telah menghancurkan banyak bangunan di Honiara, termasuk kantor polisi.
"Saya sangat sedih melihat perilaku mereka," katanya.
"Apa pun perbedaan yang kita miliki, ada cara untuk menyelesaikannya secara damai," tambahnya.
Gina mengatakan keadaan yang lebih buruk bisa saja terjadi, jika warga Honiara lainnya sudah mulai bergabung dalam aksi demo.
Dipicu oleh hubungan diplomatik dengan China
Media setempat melaporkan para pengunjuk rasa kemudian bergerak melakukan penjarahan dan merusak toko-toko di kawasan Pecinan Kota Honiara. Mereka juga bergerak menuju Kedubes China.
Beijing membuka Kedubesnya di Honiara pada September 2020, setelah Kepulauan Solomon mengalihkan hubungan diplomatiknya dari Taiwan ke China.
Menteri Utama Provinsi Malaita, Daniel Suidani, sangat menentang langkah Pemerintah Kepulauan Solomon yang memutusan hubungan diplomatik dengan Taiwan.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Malaita pada hari Selasa meminta Daniel Suidani dan Pemerintahannya untuk mendesak pendukung mereka agar tidak melakukan tindakan kekerasan.
"Lakukan tugas dan kewajiban moral Anda sebagai pemimpin untuk memerintahkan warga kita agar jangan melakukan tindakan berbahaya dan kekerasan seperti itu," kata politisi tersebut.
"
"Kami juga mengimbau kepada warga di Malaita untuk menghormati status dan ikatan darah kami sebagai sesama orang Malaitan dan penduduk Kepulauan Solomon," tambahnya.
"
"Tolong tetap tinggal di rumah dan jangan mau dimanfaatkan oleh oportunis politik yang menghasut kekerasan demi tujuan mereka sendiri," tambahnya.
Gina mengatakan telah berbicara dengan Daniel Suidani, yang menyebut aksi demo sebagai "akibat dari langkah pemerintah nasional yang tidak mendengarkan suara rakyat".
Dia mengatakan rasa frustrasi mulai meluas dengan beralihnya hubungan diplomatik dari Taiwan ke China sejak September 2019.
"Banyak peristiwa yang telah terjadi sejak itu dan apa yang terjadi sekarang adalah kombinasi dari semuanya," katanya.
ABC mendapatkan informasi bahwa Pemerintah Australia sedang bersiap untuk menanggapi permintaan dukungan dari Pemerintah Kepulauan Solomon.
"Situasi terus berkembang di Honiara dengan terjadinya kerusuhan sipil," kata pernyataan dari Komisi Tinggi Australia di Honiara.
"Harap berhati-hati dan tetap berada di tempat jika aman serta hindari keramaian," katanya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News