REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menjadi ilmuwan nuklir di Iran berarti berada dalam bahaya. Selama dekade terakhir, setidaknya lima orang meninggal dunia dalam pengeboman kendaraan dan baku tembak.
Orang yang diduga sebagai arsitek program nuklir militer Iran bergabung dengan barisan yang terbunuh pada 27 November 2020. Pembunuh bersenjata menembak mati Mohsen Fakhrizadeh di mobilnya dalam penyergapan di kota Absard, di luar ibukota Teheran.
Fakhrizadeh merupakan perwira di Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran. Dia telah dikenal sebagai salah satu fisikawan paling terkenal di Iran karena karyanya pada program nuklir negara itu, Proyek 111. Ketika rekannya, Majid Shahriari, dibunuh pada 2010, PBB menggambarkan Fakhrizadeh sebagai pemimpin dalam upaya Teheran untuk memperoleh hulu ledak nuklir.
Dilansir Fars News pada Senin (29/11), Wakil Kepala Kehakiman dan Kepala Markas Besar Hak Asasi Manusia Iran Kazzem Qaribabadi mengatakan pembunuhan ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi manusia. Badan-badan internasional harus mengejar kejelasan dari kasus tersebut.
"Pembunuhan martir Fakhrizadeh, seperti pembunuhan ilmuwan nuklir terkasih lainnya yang menjadi martir, adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran hukum internasional dan hak asasi manusia," kata Qaribabadi pada kesempatan peringatan pertama pembunuhan Fakhrizadeh.
Qaribabadi mengkritik kelambanan dan keheningan organisasi internasional dan negara-negara yang mengklaim memerangi terorisme terhadap kejahatan ini. Dia mengatakan peradilan Teheran telah menyelesaikan penyelidikan hukum atas empat kasus pembunuhan ilmuwan nuklir dan putusan yang relevan akan segera diumumkan.
Di sisi lain, penyelidikan kriminal atas pembunuhan ini juga menjadi agenda Kantor Kejaksaan Teheran. Qaribabadi menyatakan sebuah kasus telah diajukan dan kasus-kasus lain akan segera diajukan.
"Kami berharap dengan koordinasi dan kerja sama badan-badan terkait lainnya, kami akan mengejar dan menyelidiki kejahatan ini di kancah internasional juga," kata Qaribabadi.
Mobil Fakhrizadeh menjadi sasaran ledakan dan tembakan senapan mesin di Absard Damavand 40 kilometer di sebelah Timur Teheran pada 27 November 2020. Ilmuwan nuklir itu dan salah satu temannya segera dibawa ke rumah sakit terdekat tetapi tidak dapat diselamatkan.
Setelah serangan itu, Komandan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Mayor Jenderal Hossein Salami menggarisbawahi pembunuhan Fakhrizadeh tidak merusak tekad Iran. Dia mengatakan balas dendam atas serangan teror sudah menjadi agenda negara.
"Musuh bangsa Iran, khususnya dalang, pelaku dan pendukung kejahatan ini, juga harus tahu bahwa kejahatan semacam itu tidak akan merusak tekad Iran untuk melanjutkan jalan yang mulia dan menghasilkan kekuatan ini, dan balas dendam serta hukuman yang keras sedang berlangsung. Ini agenda untuk mereka," tegas komandan IRGC itu dalam peringatan kematian.