Selasa 30 Nov 2021 21:07 WIB

Level PPKM Jakarta Naik, Warung Makan Khawatir Omzet Turun

Pengusaha warung makan khawatir omset turun lagi dengan naiknya status PPKM Jakarta

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan, Antara/ Red: Bayu Hermawan
Pengusaha Warteg khawatir omset turun dengan kembali naiknya status PPKM di Jakarta (foto: ilustrasi Warteg)
Foto: Antara/Galih Pradipta
Pengusaha Warteg khawatir omset turun dengan kembali naiknya status PPKM di Jakarta (foto: ilustrasi Warteg)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wilayah aglomerasi Jabodetabek termasuk DKI Jakarta, kini kembali mengalami kenaikan PPKM menjadi level dua. Hal itu, menyusul adanya Instruksi Mendagri (Inmendagri) No.63/2021 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level I Covid-19 di Wilayah Jawa serta Bali, yang diiringi dengan pengetatan aktivitas dan mobilitas masyarakat.

Beberapa hal yang kembali diperketat dalam kenaikan level ini adalah operasional pusat perbelanjaan atau mal, hingga durasi makan di warteg dan restoran yang kembali dibatasi menjadi 60 menit. "Kalau ini betul diberlakukan lagi, tentu memberatkan kami," kata Syifa (24 tahun) yang mengelola Warteg Kharisma Bahari di daerah Pejaten Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/11).

Baca Juga

Dalam PPKM Juli lalu, kata Syifa, saat pembatasan ketat diberlakukan, omset usahanya menurun drastis. Dia mengatakan, penurunan itu bahkan mencapai 50 persen dari biasanya.

Meski merasa kecewa, Syifa mengaku harus tetap mengikuti aturan yang diberlakukan pemerintah dalam mengekang Covid-19. Terlebih, saat Juli lalu, dia mengaku hampir didenda oleh Satpol PP DKI Jakarta karena masih beroperasional saat waktu pembatasan malam hampir diberlakukan.

"Padahal waktu itu belum jam delapan, masih jam tujuhan, tapi udah dimarahin disuruh tutup langsung, pelanggan juga diusir," kenangnya.

Hal serupa juga dikatakan Heni (27) pengelola warteg di jalan Salihara, Jakarta Selatan. Menurutnya, pembatasan waktu makan bagi pelanggannya memang disayangkan, bukan hanya karena omset yang bisa menurun dengan pembeli yang berkurang akibat work from home, melainkan juga makan di tempat yang terbatas dan membuat pelanggan enggan untuk datang.

"Banyak juga yang akibatnya langsung pergi dan gak enak diburu-buru katanya," ucapnya

Lebih jauh, pekerja swasta yang bekerja dan bermukim di Jakarta Selatan, Angga (24) mengaku memang kerap membeli makan di luar saat hendak bekerja. Menurut dia, keterbatasan waktu untuk menyiapkan makan di indekos menjadi pertimbangan membeli makan di luar.

Ditanya apakah pembatasan waktu makan di rumah makan mengganggunya, ia mengaku tak keberatan. Pasalnya, kata dia, waktu yang terbatas memang bisa dibiasakan untuk menyingkat waktu makan dan memanfaatkan sela-sela istirahat untuk keperluan lain.

"Tapi masalahnya jadi sering ngantri kalau beli begitu," ucap Angga.

Menurutnya, antrian memang bisa diakali dengan membungkus makan ke tempat kerja atau tempat tinggalnya. Namun demikian, hal itu akan semakin sulit ketika diburu waktu yang singkat antara kerja dan istirahat.

Lebih jauh, Ryan (28) mengatakan, pembatasan makan di tempat memang kadang membuatnya merasa tak nyaman. Alhasil, selain mengandalkan perpesanan makanan daring, Ryan kerap membawa makanannya pulang.

"Selama PPKM emang lebih nyaman di rumah," jelasnya yang masih bekerja WFH.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement