REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG--Selama pandemi Covid-19 setahun lebih, 50 persen usaha tambak budi daya udang vaname di wilayah Lampung rontok. Namun, saat ini petambak-petambak udang mulai bangkit lagi seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi nasional dan regional.
“Saat ini usaha budi daya udang dalam proses membaik, meskipun 50 persen itu sudah ada yang off, karena pandemi Covid-19 dan penyakit udang,” kata Ketua Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur (FKPA) Lampung Eri Bramantyo saat Seminar Budidaya Udang Vaname di Bandar Lampung, Rabu (1/12).
Menurut dia, berhentinya usaha budi daya udang tersebut disebabkan kondisi pandemi Covid-19 dan juga penyakit udang yang masih berlangsung. Saat pandemi sebagai hambatan, ujar dia, karena membatasi ruang gerak sehingga kontribusi udang untuk devisa negara anjlok dari biasanya.
Dia mengatakan, kontribusi ekspor udang dari Lampung mengalami penurunan yang sangat signifikan selama pandemi hampir mencapai 50 persen juga. “Sekarang ini, ekspor udang mulai merangkak naik lagi, seperti dari Lampung Timur, Dipasena mulai panen juga,” ujarnya.
Kondisi penurunan usaha budi daya udang tersebu terjadi merata di semua wilayah di Lampung, seperti di kawasan tambak udang Kabupaten Lampung Timur, Dipasena Tulangbawang, Padangcermin, Punduh Pidada, Pesawaran, Tanggamus.
Selain dampak dari pandemi Covid-19 dan penyakit, dia mengatakan penurunan produksi udang juga sebagai dampak dari penyegelan sejumlah tambak udang di wilayah Kabupaten Pesisir Barat beberapa waktu lalu. “Terhadap produksi (udang) pasti berpengaruh. Menurunkan produksi karena mereka tidak bisa jalan lagi,” katanya.
Seminar Budidaya Udang Vaname tersebut menampilkan pembicara Teguh Setyono, dosen dan juga praktisi budidaya udang di Lampung. Pembicara lainnya Waiso, psikoterapi asal Kalianda, Lampung Selatan. Seminar ini diikuti sejumlah pelaku usaha budidaya udang dan praktisi budidaya udang lainnya.
Teguh Setyono mengatakan, pandemi Covid-19 sebenarnya tidak berpengaruh dengan tingkat konsumsi udang di luar negeri sebagai pasar produksi udang nasional. “Buktinya, masih banyak permintaan udang di luar negeri, seakan pandemi tidak ada,” ujar Teguh.
Dalam pemaparannya tentang upaya menjaga budidaya berkelanjutan di wilayah Kabupaten Kaur, Bengkulu, Teguh mengatakan, budidaya udang tidak sebatas melihat produksi akhir. Namun, tetap memerhatikan proses dari tahap awal sampai akhir dengan pengukuran yang berkelanjutan.
Menurut dia, pengujian-pengujian setiap tahapan dari awal sampai akhir harus berkelanjutan. Untuk itu laporan hasil laboratorium sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan udang. “Sekarang tidak ada alasan lagi tidak ada laboratorium untuk menguji sampel. Bisa dengan mitra lainnya,” katanya.