REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Tel Aviv telah menduduki peringkat teratas sebagai kota dengan biaya hidup termahal di dunia, karena kenaikan inflasi yang cepat. Inflasi telah meningkatkan harga barang dan jasa setelah pandemi virus korona.
Menurut survei yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit (EIU), posisi Tel Aviv sebagai kota dengan biaya hidup termahal naik dari tempat kelima tahun lalu, dan mendorong Paris turun ke urutan kedua bersama dengan Singapura. Sementara itu, ibu kota Suriah, Damaskus, menduduki peringkat kota dengan biaya hidup termurah di dunia.
Survei EIU tahunan mengatakan, data yang dikumpulkan pada Agustus dan September menunjukkan bahwa, rata-rata harga barang dan jasa telah naik 3,5 persen dalam mata uang lokal. Ini merupakan tingkat inflasi tercepat yang tercatat selama lima tahun terakhir.
Survei juga menemukan bahwa, Tel Aviv adalah kota termahal kedua untuk alkohol dan transportasi, kota termahal kelima untuk harga barang perawatan pribadi, dan kota termahal keenam untuk rekreasi.
Kepala divisi biaya hidup di seluruh dunia, di EIU, Upasana Dutt, mengatakan, sejak vaksin Covid-19 diluncurkan perekonomian dunia mulai pulih. Namun kota-kota yang masih mencatat lonjakan kasus Covid-19 tetap memberlakukan pembatasan sosial, yang mengganggu pasokan barang sehingga menyebabkan kekurangan dan harga tinggi.
"Kami dapat dengan jelas melihat dampaknya dalam indeks tahun ini, dengan kenaikan harga bensin yang sangat mencolok. Tetapi tidak semua kota mengalami kenaikan harga. Banyak kota yang berada di peringkat terbawah kami melihat harga stagnan atau bahkan turun, sebagian karena mata uang mereka melemah terhadap dolar AS," ujar Dutt, dilansir Middle East Monitor, Kamis (2/12).
EIU memperkirakan, selama setahun ke depan biaya hidup akan meningkat lebih tinggi di sebagian besar kota di dunia seiring dengan kenaikan upah.
Namun, Dutt juga mengharapkan bank sentral berhati-hati menaikkan suku bunga untuk membendung inflasi sehingga kenaikan harga harus mulai moderat dari tingkat tahun ini.