Sabtu 04 Dec 2021 12:14 WIB

China Dibayangi Ancaman Keruntuhan Industri Real Estate

Default Evergrande dikhawatirkan dapat memicu krisis keuangan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Foto udara proyek pembangunan perumahan milik developer Evergrande di Beijing, Rabu (22/9).
Foto: AP News
Foto udara proyek pembangunan perumahan milik developer Evergrande di Beijing, Rabu (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perusahaan pengembang China, Evergrande, yang kini berjuang di bawah utang 310 miliar dolar AS pada Jumat (3/12) memperingatkan bahwa mereka mungkin kehabisan uang untuk melakukan kewajiban keuanga. Regulator kewalahan meyakinkan investor bahwa pasar keuangan China dapat dilindungi dari potensi dampak sistemik.

Perjuangan Evergrande Group untuk mematuhi tekanan resmi untuk mengurangi utang telah memicu kecemasan bahwa kemungkinan default dapat memicu krisis keuangan. Ekonom mengatakan pasar global tidak mungkin terpengaruh, tetapi bank dan pemegang obligasi bisa menderita karena Beijing ingin menghindari bailout.

Baca Juga

"Setelah meninjau keuangan Evergrande, tidak ada jaminan bahwa Grup akan memiliki dana yang cukup untuk terus melakukan kewajiban keuangannya," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan melalui Bursa Efek Hong Kong, dilansir AP.

Tak lama setelah itu, regulator mencoba menenangkan ketakutan investor dengan mengeluarkan pernyataan yang mengatakan sistem keuangan China kuat dan tingkat default rendah. Mereka mengatakan sebagian besar pengembang sehat secara finansial dan Beijing akan menjaga pasar pinjaman tetap berfungsi.

Komisi Regulasi Sekuritas China di situsnya menyampaikan dampak limpahan dari peristiwa risiko grup Evergrande pada operasi pasar modal yang stabil dapat dikendalikan. Bank sentral dan regulator bank mengeluarkan pernyataan senada.

Beijing memperketat pembatasan penggunaan uang pinjaman pengembang tahun lalu. Hal tersebut dilakukan dalam upaya mengendalikan lonjakan utang perusahaan yang dipandang sebagai ancaman bagi stabilitas ekonomi.

Partai Komunis yang berkuasa telah menjadikan pengurangan risiko keuangan sebagai prioritas sejak 2018. Pada 2014, pihak berwenang mengizinkan default obligasi korporasi pertama sejak revolusi komunis 1949. Default secara bertahap dibiarkan meningkat dengan harapan memaksa peminjam dan investor untuk lebih disiplin.

Meskipun demikian, total utang perusahaan, pemerintah dan rumah tangga naik dari setara dengan 270 persen dari output ekonomi tahunan pada 2018 menjadi hampir 300 persen tahun lalu. Angka ini jelas sangat tinggi untuk negara berpenghasilan menengah.

Ekonom mengatakan krisis keuangan tidak mungkin terjadi tetapi utang dapat menyeret pertumbuhan ekonomi. Evergrande, debitur terbesar industri real estat global, dililit utang dua triliun yuan atau 310 miliar dolas AS, sebagian besar kepada bank domestik dan investor obligasi.

Evergrande juga berutang 19 miliar dolar AS kepada pemegang obligasi asing. Perusahaan mengatakan memiliki aset 2,3 triliun yuan atau 350 miliar dolar AS dan telah berupaya mengubahnya menjadi uang tunai untuk membayar pemegang obligasi dan kreditur lainnya.

Evergrande juga membatalkan penjualan 2,6 miliar dolar AS saham di anak perusahaan Oktober lalu karena pembeli gagal menindaklanjuti pembeliannya. Pernyataan Evergrande Jumat mengatakan perusahaan menghadapi permintaan untuk memenuhi kewajiban 260 juta dolar AS.

Jika kewajiban itu tidak dapat dipenuhi, kreditur lain mungkin menuntut pelunasan utang lebih awal dari biasanya. Perusahaan juga telah melewatkan tenggat waktu untuk membayar bunga atas beberapa obligasi, melakukan pembayaran sebelum masa tenggang berakhir, dan dinyatakan gagal bayar.

Evergrande juga mengatakan beberapa pemegang obligasi dapat memilih untuk dibayar dengan menerima apartemen yang sedang dibangun. Ketua Evergrande, Xu Jiayin dipanggil untuk bertemu dengan pejabat provinsi asalnya, Guangdong pada Jumat.

Dalam pernyataan pemerintah setempat, tim akan dikirim ke markas Evergrande untuk membantu mengawasi manajemen risiko. Perjuangan Evergrande telah memicu peringatan bahwa tekanan finansial pada real estat dapat menyebabkan masalah bagi bank, keruntuhan pertumbuhan ekonomi yang tiba-tiba, dan berbahaya secara politik.

Real estat sendiri adalah industri yang mendorong ledakan ekonomi China 1998-2008. Juga pada hari Jumat, pengembang lain, Kaisa Group Holdings Ltd., juga memperingatkan kemungkinan gagal membayar obligasi 400 juta dolar AS yang jatuh tempo minggu depan.

Pengembang menengah, Fantasia Holdings Group, mengumumkan pada 5 Oktober bahwa mereka gagal melakukan pembayaran 205,7 juta dolar AS kepada pemegang obligasi. Ratusan pengembang China yang lebih kecil telah bangkrut sejak regulator mulai memperketat kontrol atas keuangan industri pada tahun 2017.

Perlambatan dalam konstruksi telah menekan pertumbuhan ekonomi China secara tak terduga rendah 4,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya dalam tiga bulan yang berakhir pada September. Para ekonom memperkirakan pertumbuhan akan melambat lebih lanjut jika pembatasan pembiayaan tetap berlaku.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement