REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berperan sebagai Ketua Delegasi Indonesia, serta menjadi Chairperson bersama Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Zuraida Kamaruddin dalam 9th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Pertemuan terdiri atas beberapa sesi, yang antara lain diikuti oleh Anggota CPOPC yaitu Indonesia dan Malaysia, serta Negara Pengamat/Observer Countries yaitu Kolombia, Ghana, Honduras dan Papua Nugini. Selain dihadiri Menko Airlangga dan Menteri Zuraida, meeting ini juga dihadiri oleh Menteri Pertanian dan
Pembangunan Pedesaan Kolombia Rodolfo Enrique Zea Navarro, Menteri Pertanian dan Peternakan Papua Nugini John Simon, Wakil Menteri Pertanian dan Peternakan Honduras David Ernesto Wainwright, dan High Commissioner Ghana untuk Malaysia Akua Sekyia Ahenkora, sebagai negara observer.
Menko Perekonomian menyampaikan, pandemi Covid-19 masih terus menghantui dan dapat menghambat laju pemulihan perekonomian global. Namun di saat yang sama, harga komoditas yang terus meningkat khususnya kelapa sawit juga menciptakan peluang emas bagi negara produsen untuk mendukung perbaikan
ekonomi.
Di 2021, nilai ekspor minyak sawit mencapai 29 miliar dolar AS, meningkat 115 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk menjaga momentum positif minyak sawit berkelanjutan, Indonesia sedang dalam proses memfinalisasi sertifikasi rantai pasok minyak kelapa sawit downstream.
“Tren berkembang mengenai kebijakan diskriminatif terhadap minyak sawit akan merugikan pembangunan sektor minyak sawit. Maka itu, penting bagi CPOPC untuk mempertahankan peran pentingnya untuk mendukung dan menjaga kepentingan bersama negara-negara produsen minyak sawit,” ujar Menko
Airlangga di Jakarta, Sabtu (4/12) lalu, seperti dalam siaran persnya.
Di dalam pertemuan ini, dibahas perspektif negara anggota mengenai market outlook, kenaikan harga, kestabilan harga, dan program mandatori Biodiesel (B30). “Oleh karena itu, perlu kerja sama dan kolaborasi antara negara produsen (CPOPC),” tutur Menko Airlangga.
Beberapa agenda penting dalam MM ke-9 yakni antara lain adopsi/pengesahan melalui penandatanganan Protocol to Amend, Adoption of CPOPC Work Plan and Budget 2022 and Annual Contribution 2022, Adoption of Global Framework of Principles of Sustainable Palm Oil, Adoption of CPOPC Policy and Strategy Direction, Adoption of Rules of Procedure of MM and SOM of CPOPC.
Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan negara-negara anggota setelah meeting kali ini. Pertama, kedua negara anggota sudah menyetujui Protokol untuk Mengubah Piagam (Protocol to Amend) CPOPC, dan harus mementingkan hal ini untuk melakukan prosedur ratifikasi dalam proses internal masing-masing negara.
Anggota yang akan datang juga harus meratifikasi protokol tersebut sebelum diizinkan bergabung. “Anggota yang masuk akan memperkuat organisasi CPOC dan meningkatkan upaya kami untuk mempromosikan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan secara global. Ke depannya, Sekretariat akan diperkuat, dari yang tadinya dipimpin oleh Direktur Eksekutif akan ditingkatkan menjadi Sekretaris Jenderal,” ucap Menko Airlangga.
Kedua, harus membuat roadmap yang jelas untuk menarik negara-negara prioritas menjadi anggota CPOPC sesuai kriteria yang tercantum dalam Protocol to Amend. Sekretariat CPOPC harus menyiapkan laporan kemajuan dalam isu keanggotaan ini.
“Perluasan keanggotaan harus menjadi salah satu key performance indicators di 2022,” ujar Menko Airlangga.
Ketiga, setelah mengadopsi The Global Framework of Principles on Sustainable Palm Oil, Sekretariat harus menyediakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan kerangka kerja ini dengan partner internasional yang relevan, khususnya dalam sistem PBB maupun dengan produsen minyak nabati
besar, sehingga membantu menyadarkan visi bersama untuk membuat satu standar keberlanjutan bagi minyak yang dapat dikonsumsi.
Keempat, Sekretariat CPOC juga harus dapat menerjemahkan isu prioritas yang berisi Strategy and Policy Direction menjadi berbagi program dan inisiatif. “Strategi ini tidak terbatas pada manajemen penawaran, permintaan dan perkiraan harga, tetapi juga semua masalah kritis yang dihadapi oleh anggota dan nonanggota dengan cara yang lebih koheren dan terkoordinasi,” jelas Menko Airlangga.
Kelima, kampanye advokasi juga harus dimonitor, ditelaah, dan diberi masukan supaya semuanya bersinergi dan menghasilkan sesuatu yang mempunyai impact terukur untuk mempromosikan minyak sawit berkelanjutan, sekaligus mengurangi sentimen negatif.
Keenam, sejalan dengan Presidensi G20 Indonesia yang dimulai pada bulan ini, Sekretariat CPOPC juga merencanakan untuk menyebarkan perspektif dan kepentingan dari negara-negara produsen minyak sawit tersebut dalam beberapa forum G20.
“Sesuai kesepakatan dengan Menteri Zuraida, Pertemuan selanjutnya CPOPC akan dilaksanakan pada Juni 2022 di Indonesia,” imbuh Airlangga.
Ketujuh, salah satu visi utama CPOPC adalah untuk menyejahterakan hidup dari jutaan petani kelapa sawit di berbagai negara produsen minyak sawit di seluruh dunia. Untuk itu, Sekretariat CPOPC harus membuat program yang didedikasikan untuk para petani tersebut.
“The Global Smallholders Forum adalah aktivitas penting yang memfasilitasi dan mengonsolidasi masalah penting dari smallholders minyak sawit global, dan untuk mendukung mereka mencapai standar keberlanjutan seperti yang tercantum dalam SDG’s,” jelas Menko Airlangga.