REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -- Warkhim (42) tampak sibuk mengipasi pepesan otak-otak jualannya dengan menggunakan kipas bambu, Kamis (9/12) sore. Asap yang keluar dari arang hitam yang membakar otak-otak itu mengepul ke udara. Berulang kali dia menghalau asap itu dari wajahnya. Dua orang pelanggannya menunggu dengan sabar otak-otak pesanan mereka.
Baru Rabu (8/12) Warkhim kembali berjualan otak-otaknya di depan salah satu toserba di Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Selama empat hari sebelumnya, dia terpaksa tidak bisa berjualan. Lingkungan tempat tinggalnya di Blok Prempu, Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu dilanda banjir rob akibat gelombang pasang air laut.
‘’Selama beberapa hari terakhir itu robnya besar, ketinggian banjir sampai sepinggang,’’ ujar Warkhim kepada Republika.
Tak hanya melanda Desa Eretan Wetan, banjir rob juga melanda tiga desa lainnya di Kecamatan Kandanghaur. Yakni, Desa Eretan Kulon, Kertawinangun dan Ilir. Ketinggian banjir rob yang melanda permukiman itu bervariasi. Di sejumlah titik, ketinggian banjir bisa mencapai satu meter.
Warkhim mengatakan, banjir rob yang menggenangi seisi rumahnya telah menghalangi aktivitasnya dalam pembuatan otak-otak. Pasalnya, banjir merendam dengan ketinggian diatas lutut di dalam rumahnya. Seluruh perabot, termasuk kompor dan alat-alat masak, terpaksa dinaikkan ke atas meja agar tidak terendam.
Ditambah lagi, Warkhim juga kesulitan memperoleh ikan sebagai bahan baku pembuatan otak-otak. Pasalnya, ribuan nelayan di desanya, termasuk di desa tetangga yakni Desa Eretan Kulon, tak bisa melaut. Gelombang tinggi yang mencapai tiga meter membahayakan kapal-kapal kecil milik mereka untuk mencari ikan di laut.
Pasokan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) di desa Warkhim pun menjadi minim. Selain itu, harganya pun melambung. Seperti contohnya, ikan tengiri yang dibutuhkan dalam pembuatan otak-otak, kini harganya Rp 45 ribu - Rp 55 ribu per kg. Padahal biasanya, harga ikan tersebut hanya di kisaran Rp 20 ribu per kg.
Alhasil, kegiatan ekonomi Warkhim terhenti total. Padahal, berjualan otak-otak itu merupakan mata pencaharian utamanya.
‘’Saya sampai harus menguras tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,’’ keluh Warkhim.
Warkhim mengatakan, rob parah terakhir kali melanda desanya pada Rabu (8/12) siang dan surut kembali pada petang hari atau saat Magrib. Sedangkan hari ini, hingga dia berangkat berjualan otak-otak pada Kamis (9/12) siang, rob tak separah seperti sebelumnya. ‘’Rob datang tak menentu,’’ tukas Warkhim.
Warkhim mengakui, banjir rob telah menjadi langganan di desanya sejak lama. Untuk itu, dia terpaksa meninggikan bangunan rumahnya sejak lima tahun lalu, dengan biaya sendiri. Sejak saat itu, rumahnya cukup aman dari rob meski lingkungan tempat tinggalnya berulang kali terendam rob.
‘’Baru sekarang rumah saya kena rob lagi sampai selutut di dalam rumah karena robnya parah. Biasanya rumah saya tidak kena rob setelah ditinggikan,’’ cetus Warkhim.
Meski banjir di dalam rumahnya hanya sebatas lutut, namun Warkhim merasakan kerepotan yang luar biasa. Pasalnya, banjir rob datang dengan membawa lumpur dan sampah ke dalam rumahnya. Saat banjir surut, dia dan keluarganya harus bekerja keras bersih-bersih rumah meski keesokan harinya rumah menjadi kotor kembali karena rob datang lagi.
‘’Semoga pemerintah bisa cepat menangani rob supaya tidak terulang lagi,’’ tutur Warkhim.
Bupati Indramayu, Nina Agustina pun menawarkan kepada masyarakat setempat untuk pindah tempat tinggal (bedol desa) menuju lokasi yang lebih aman dan tidak terkena banjir rob. Namun, masyarakat tetap bersikukuh ingin bertahan di tempat tinggalnya masing-masing.
''Tadi saya tanyakan langsung kepada masyarakat, bagaimanapun revitalisasi tidak cukup satu atau dua rumah tapi harus semuanya. Artinya mau enggak bedol desa? Tetapi ternyata mereka masih betah,'' kata Nina, saat meninjau kondisi warga yang terendam banjir rob di Desa Eretan Wetan, Jumat (3/12).
Nina menjelaskan, banjir rob terjadi akibat dampak abrasi di Desa Eretan Wetan yang menyebabkan bibir pantai dan permukiman warga menjadi saling berdekatan. Banjir rob di desa tersebut telah menjadi langganan selama kurang lebih 15 tahun.
''Saat ini sudah dilakukan penanganan sementara dengan karung dan masyarakat juga melakukan peninggian rumahnya masing-masing,'' terang Nina.
Nina menambahkan, pihaknya akan segera mengajukan bantuan pembangunan breakwater kepada pemerintah pusat. Pengajuan tersebut sebenarnya sudah diajukan Pemerintah Kabupaten Indramayu sejak 2017 silam.
''Saya akan mengulangi kembali permohonan kepada pemerintah pusat untuk meminta adanya breakwater. Bagaimanapun breakwater harus ada, karena jarak laut dan permukiman terlalu dekat,'' tandas Nina.