REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah militer Myanmar telah menyangkal terlibat dalam pembantaian yang dilaporkan secara luas di barat laut wilayah itu, Jumat (10/12). Junta menyatakan kabar tentara diduga menangkap dan membunuh 11 warga sipil merupakan berita palsu.
Sebuah laporan di surat kabar yang dikelola pemerintah Myanmar, Global New Light of Myanmar, menuduh media yang melakukan pelaporan itu sebagai penghancur bangsa. Mereka menyatakan pelaku menyebarkan video yang dikatakan salah menggambarkan pembantaian yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.
"Penyelidikan awal di lapangan mengungkapkan file video semacam itu (sama sekali) tidak terkait dengan usaha Tatmadaw dan itu adalah konspirasi untuk menodai citra Tatmadaw," kata laporan itu menggunakan nama resmi militer negara, Tatmadaw.
Menurut laporan sanggahan itu, video tersebut segera dan beredar luas di media sosial karena konspirasi oleh koneksi lokal dan internasional. Berita surat kabar berjudul “Siaran Pers tentang Misinformasi dan Disinformasi yang Muncul di Media Sosial” menuduh negara-negara yang tidak disebutkan namanya ingin menghancurkan Myanmar. Negara-negara itu menghasut pertumpahan darah untuk menyebarkan kebencian dan meningkatkan konflik.
"Dengan melakukan itu, mereka memberikan berita palsu tentang korban pasukan keamanan untuk menginspirasi dan memotivasi teroris dan pendukung mereka," katanya merujuk pada tuduhan pembunuhan oleh tentara.
Menurut laporan itu, ada konspirasi dengan menghabiskan sejumlah besar uang dan memberikan dukungan teknis untuk menyebarkan informasi yang salah di media sosial dalam sinkronisasi di dalam negeri dan internasional. Laporan surat kabar yang sama mengutip sebuah insiden pada pekan lalu dengan sebuah kendaraan militer sengaja menabrak sekelompok kecil pengunjuk rasa pro-demokrasi tanpa kekerasan di Yangon, kota terbesar di negara itu.