REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menerima kunjungan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman di Gedung PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Kota Yogyakarta, Sabtu (11/12). Haedar didampingi Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto dan Dudung ditemani Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen Rudianto bersama jajaran.
Menurut Haedar, silaturahim dilakukan sebagaimana umumnya dengan para elemen bangsa untuk meningkatkan jaringan kerja sama dan komunikasi dalam satu bingkai keluarga besar bangsa Indonesia. Dia menekankan, Muhammadiyah dengan TNI selalu menjalin hubungan yang baik sebagaimana dengan Polri dan institusi pemerintah lainnya.
Hal itu karena Muhammadiyah punya sejarah yang panjang dengan TNI. "Di mana Jenderal Sudirman merupakan kader dan tokoh Muhammadiyah, menjadi Bapak TNI pertama dan menjadi tokoh sentral dalam TNI sehingga nilai-nilai keprajuritan, perjuangan, dan kepahlawanan melekat dalam Muhammadiyah," kata Haedar di Kota Yogyakarta dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
"Begitu juga dalam TNI ada jiwa, nilai-nilai agama dan perjuangan sebagaimana tokoh-tokoh Muhammadiyah melakukannya dan pergerakan Muhammadiyah selalu bersama bangsa dan negara," kata Haedar melanjutkan.
Karena itu, Haedar bersama Dudung membahas pentingnya persatuan nasional dengan cara merawat kebhinekaan yang ada, sekaligus menjunjung tinggi prinsip musyawarah, kolektivitas, dan gotong royong. Menurut dia, persatuan menjadi hal yang mutlak bagi masa depan Indonesia.
"Jangan sampai bangsa Indonesia pecah karena perbedaan-perbedaan yang tidak bisa kita dialogkan, tidak bisa kita cari titik temunya dan tentu karena perbedaan-perbedaan yang membuat kita makin menjauh satu sama lain. Alhamdulillah saling pengertian antara Muhammadiyah dan TNI dan semua pihak untuk kita hidup dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika dengan semangat hikmah kebijaksanaan dan semangat musyawarah," kata Haedar.
Dalam kesempatan itu, Haedar mengungkapkan, Muhammadiyah dan TNI memiliki kesamaan pandangan bahwa kehidupan kebangsaan harus berpijak pada tiga nilai, yaitu Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa. Seluruh agama di Indonesia, menurut guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut telah melewati berbagai proses panjang hingga menyatu dalam identitas keindonesiaan.
Sementara itu, unsur kebudayaan luhur bangsa telah membentuk identitas nasional, seperti sifat kebersamaan, gotong royong, dan keramahan bangsa Indonesia yang menjadi patokan bagi bangsa Indonesia dalam bersentuhan dengan kebudayaan asing.
"Sehingga kita bisa belajar dari kebudayaan lain baik di Timur Tengah, di Asia, di Barat, tetapi semuanya juga harus tetap kita seleksi mana yang baik dan mana yang tidak pas dengan kebudayaan luhur bangsa. Nilai-nilai yang tidak sejalan dengan kebudayaan luhur bangsa, tentu jangan menjadi pola hidup bangsa Indonesia," kata Haedar.
Dengan nilai agama, Pancasila, dan nilai luhur kebudayaan bangsa, Haedar optimistis, kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia semakin cerdas, dewasa, dan memiliki moralitas dan kepribadian yang luhur. Dia bersyukur Dudung juga memiliki pandangan yang sama dengan Muhammadiyah.
"Dan alhamdulillah Pak KSAD juga memiliki pandangan yang sama tentang nilai-nilai luhur dalam kehidupan bangsa Indonesia tersebut. Mudah-mudahan silaturahim ini juga terus berkembang dengan berbagai pihak lainnya sehingga Indonesia itu bersatu karena kita itu membudayakan silaturahin," kata Haedar.