Ahad 12 Dec 2021 21:15 WIB

Putin Ingin Bertemu Biden Secara Tatap Muka

Biden memperingatkan bahwa Barat akan sanksi Rusia jika Moskow serang Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden AS Joe Biden.
Foto: AP/Charlie Riedel
Presiden AS Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden telah sepakat untuk menggelar lebih banyak pembicaraan, di tengah ketegangan mengenai penambahan pasukan Rusia di dekat Ukraina. Kremlin pada Ahad (12/12) mengatakan bahwa, pada tahap tertentu, Putin ingin bertemu secara tatap muka dengan Biden.

 “(Kami) pasti akan bertemu satu sama lain, saya benar-benar ingin itu terjadi,” kata Putin kepada Biden, menurut video pendek yang dirilis di saluran TV pemerintah Rossiya 1.

Baca Juga

Kremlin mengatakan, dalam konferensi video pada 7 Desember lalu, Putin dan Biden sepakat untuk menggelar lebih banyak pembicaraan. Terutama pembicaraan yang berfokus pada hubungan blok Timur dan blok Barat, yang telah merosot ke level terendah sejak akhir Perang Dingin.

Dalam panggilan video itu, Biden memperingatkan bahwa, Barat akan memberlakukan sanksi ekonomi jika Rusia menginvasi Ukraina. Sementara Putin telah menuntut jaminan bahwa NATO tidak akan memperluas pengaruhnya ke wilayah timur.

Negara anggota Kelompok Tujuh (G7) pada Ahad  memperingatkan tentang konsekuensi besar jika Rusia menyerang Ukraina. Dalam pertemuan di Liverpool, delegasi G7 mengecam pengerahan pasukan militer Rusia di dekat Ukraina.

“Rusia seharusnya tidak ragu bahwa agresi militer lebih lanjut terhadap Ukraina akan memiliki konsekuensi besar dan kerugian yang cukup parah. Kami menegaskan kembali komitmen terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina, serta hak setiap negara berdaulat untuk menentukan masa depannya sendiri,” kata isi rancangan pernyataan negara G7.

Intelijen AS menilai bahwa, Rusia dapat merencanakan serangan multi-front di Ukraina pada awal tahun depan. Serangan ini dapat melibatkan hingga 175 ribu pasukan militer. Kremlin menyangkal bahwa mereka berencana untuk menyerang Ukraina. Kremlin mengatakan, Barat terlalu dibayangi oleh Russophobia.  

Negara G7 yang terdiri dari Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Kanada dan Amerika Serikat, serta perwakilan dari Uni Eropa meminta Rusia untuk mengurangi eskalasi. Mereka mendesak Rusia untuk menempuh jalur diplomatik, dan mematuhi komitmen internasionalnya tentang transparansi kegiatan militernya. “Kami menegaskan kembali dukungan kami untuk upaya Prancis dan Jerman dalam Format Normandia untuk mencapai implementasi penuh Perjanjian Minsk dalam menyelesaikan konflik di Ukraina timur,” kata rancangan itu.

Pada 2014, Moskow mulai mendukung pasukan separatis di Ukraina timur untuk melawan pemerintah pusat. Kebijakan ini telah dipertahankan selama tujuh tahun terakhir.  Uni Eropa telah menerapkan langkah-langkah pembatasan dalam menanggapi krisis Ukraina sejak 2014. Saat ini, sebanyak 185 orang dan 48 entitas masuk ke dalam daftar hitam Eropa karena melanggar integritas dan kedaulatan teritorial Ukraina.

Eropa juga memberlakukan sanksi ekonomi terpisah pada sektor keuangan, energi, dan pertahanan Rusia. Karena Moskow enggan untuk sepenuhnya menerapkan Perjanjian Minsk 2014 yang dimaksudkan untuk membangun perdamaian di Ukraina timur.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement