Selasa 14 Dec 2021 04:47 WIB

Xi Jinping dan Vladimir Putin Dijadwalkan Bertemu Secara Virtual

Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan bertemu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan mengadakan pertemuan tingkat tinggi secara virtual pada Rabu (15/12). Ilustrasi.
Foto: AP/Ramil Sitdikov/Pool Sputnik Kremlin
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan mengadakan pertemuan tingkat tinggi secara virtual pada Rabu (15/12). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan mengadakan pertemuan tingkat tinggi secara virtual pada Rabu (15/12). Pertemuan tersebut digelar untuk membahas hubungan bilateral dan masalah internasional di tengah ketegangan antara Moskow dan Barat terkait Ukraina.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, tidak menyebutkan ada topik khusus yang akan dibahas dalam pertemuan itu. Dia mengatakan rincian lebih lanjut akan dirilis setelah pertemuan kedua kepala negara.

Baca Juga

"Kedua kepala negara akan memberikan tinjauan penuh tentang hubungan dan kerja sama China-Rusia di berbagai bidang tahun ini," kata Wang. Wang menambahkan para pemimpin juga akan membuat desain tingkat atas untuk pengembangan hubungan bilateral tahun depan.

Dalam beberapa tahun terakhir, China dan Rusia semakin menyelaraskan kebijakan luar negeri mereka untuk melawan dominasi Amerika Serikat (AS) atas tatanan ekonomi dan politik internasional. Kedua negara tersebut menghadapi sanksi atas kebijakan internal mereka.

Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada China atas pelanggaran terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, termasuk tindakan kerasnya terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. Beijing dan Washington juga tetap berselisih soal perdagangan, teknologi, dan intimidasi militer China terhadap Taiwan yang diklaimnya sebagai wilayahnya sendiri.

Sementara, Presiden AS Joe Biden memperingatkan Putin akan

menghadapi sanksi menyakitkan yang merugikan perekonomian Rusia jika kembali menginvasi Ukraina. Rusia dilaporkan telah mengerahkan sekitar 90 ribu pasukan militer di perbatasan Ukraina. Menurut penasihat urusan luar negeri Rusia, Yuri Ushakov, pasukan Rusia berada di wilayah mereka sendiri dan tidak mengancam siapa pun.

Selama dekade terakhir, AS telah menjatuhkan berbagai sanksi terhadap entitas dan individu Rusia. Sebagian besar sanksi terkait dengan invasi dan pencaplokan Krimea oleh Rusia pada 2014. Amerika Serikat juga telah menghukum Rusia atas campur tangan pemilu, aktivitas siber berbahaya, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Sanksi yang sekarang dikenakan pada Rusia termasuk pembekuan aset, larangan berbisnis dengan perusahaan AS, dan penolakan masuk ke Amerika Serikat. Belum lama ini, AS dan sekutu Eropa telah sepakat memberikan hukuman finansial yang lebih besar terhadap Rusia.

Salah satunya, memblokir Rusia dari sistem pembayaran keuangan SWIFT yang berbasis di Belgia. Sistem keuangan tersebut memindahkan uang di antara ribuan bank di seluruh dunia. Parlemen Eropa menyetujui resolusi tidak mengikat yang menyerukan langkah itu jika Rusia menginvasi Ukraina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement