REPUBLIKA.CO.ID, BANGKALAN--Nelayan Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mengaku hasil tangkapan ikannya meningkat setelah konservasi terumbu karang berhasil. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Moh Sahril mengaku, beberapa tahun lalu, kerusakan terumbu karang membuat nelayan kesulitan mendapatkan ikan.
Ia mengatakan, terumbu karang yang rusak membuat populasi ikan yang bernilai ekonomis bagi nelayan lokasinya menyebar dan sulit ditebak. Menurut Sahril, sejak 2017, pihaknya bersama masyarakat Desa Labuhan melakukan penanaman kembali pohon mangrove, cemara laut, dan konservasi terumbu karang.
Kini, hampir lima tahun setelah penanaman kembali dan konservasi terumbu karang, selain tangkapan nelayan meningkat, kawasan pesisir Desa Labuhan kian aman dari abrasi. “Dulu zona ikan seperti cumi masih liar, artinya masyarakat nelayan tidak mengetahui titik-titiknya. Karena posisi ikan cumi menyebar dan tidak terpusat di satu titik,” tutur Sahril dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Rabu (15/12).
Bahkan, Sahril menambahkan, Taman Wisata Laut Konservasi Terumbu Karang juga menjadi objek penelitian siswa dan mahasiswa. Ia mengaku, bisa menimba ilmu soal konservasi terumbu karang berkat program dari Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
“Kini kesadaran masyarakat sudah 100 persen untuk menjaga kawasan ini. Dulu mangrove ditebagi untuk kayu bakar,” ujarnya.
Manager WMO Field Sapto Agus Sudarmanto menuturkan, upaya pelestarian populasi terumbu karang Desa Labuhan didasarkan pengamatan sejak Februari 2016. Saat itu, pihaknya memperkirakan kondisi terumbu karang berkategori buruk karena sebagian koloni karang mengalami pemutihan.
Mulai 2017, PHE WMO berupaya melakukan pemulihan dengan transplantasi karang di area seluas delapan hektare di pesisir Desa Labuhan. Transplantasi dimulai melalui penanaman empat jenis terumbu dengan 480 fragmen atau bibit karang. Hasilnya, saat ini terjadi peningkatan spesies ikan dari delapan spesies menjadi 36 spesies ikan.
“Karena pertumbuhan terumbu karang sangat bagus dan semakin besar, ditambah modul beton berongga yang menjadi rumah ikan. Survival rate-nya naik sampai di angka 97 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan nya bisa mencapai 19-22 sentimeter per tahun,” ujar Sapto Agus.
PHE WMO menggandeng Yayasan Sosial Investment Indonesia untuk mengukur pendapatan masyarakat melalui Social Return of Investment (SRoI). “Hasil kajian SRoI, tingkat pendapatan kelompok masyarakat dari Rp 1 menghasilkan Rp 4,2. Hal itu diukur dari segi lingkungan, ekonomi, sosial masyarakat, termasuk dari segi alam baik dari peningkatan flora dan fauna,” tuturnya.
Bahkan sebelum pandemi Covid-19, berdasarkan data Desa Labuhan, keberadaan Taman Wisata laut Konservasi Terumbu Karang mampu menurunkan Rumah Tangga Miskin (RTM) hingga di angka 95 persen. “Ini luar biasa sekali multiplier effect-nya. Tidak hanya kelompok pengelola wisata saja tetapi ada muncul juga UKM, ibu-ibu katering, warung-warung yang di luar lokasi terdampak karena ada pengunjung ke Eco Eduwisata ini," kata Sapto Agus.