Rabu 15 Dec 2021 12:31 WIB

Pemerintahan Taliban Diwarnai Pembunuhan dan Pencabutan Hak Perempuan

Kekuasaan Taliban ditandai dengan pembunuhan ekstrayudisial dan pelanggaran hak asasi

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pengungsi perempuan Afghanistan memegang plakat saat mereka berpartisipasi dalam protes di New Delhi, India,Senin (23/8). Ratusan aktivis dari berbagai organisasi kiri dan pengungsi Afghanistan mengadakan protes menentang pengambilalihan Taliban atas Afghanistan dan menuntut untuk melindungi perempuan Afghanistan. Kekuasaan Taliban ditandai dengan pembunuhan ekstrayudisial dan pelanggaran hak asasi perempuan.
Foto: EPA-EFE/HARISH TYAGI
Pengungsi perempuan Afghanistan memegang plakat saat mereka berpartisipasi dalam protes di New Delhi, India,Senin (23/8). Ratusan aktivis dari berbagai organisasi kiri dan pengungsi Afghanistan mengadakan protes menentang pengambilalihan Taliban atas Afghanistan dan menuntut untuk melindungi perempuan Afghanistan. Kekuasaan Taliban ditandai dengan pembunuhan ekstrayudisial dan pelanggaran hak asasi perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB mengatakan sejak Taliban berkuasa bulan Agustus lalu, lebih dari 100 mantan anggota pasukan keamanan nasional Afghanistan dan lembaga pemerintah sebelumnya tewas dibunuh, sebagian besar oleh kelompok garis keras yang merekrut anak-anak. Selain itu banyak hak-hak perempuan yang dicabut.

Deputi Komisioner Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) Nada al-Nashif mengatakan setidaknya 50 terduga anggota ISIS-Khorasan yang berseberangan dengan Taliban tewas digantung atau dipenggal. Dalam pidatonya di Dewan HAM PBB, Nashif mengatakan kekuasaan Taliban ditandai dengan pembunuhan ekstrayudisial dan pelanggaran hak asasi perempuan.

Baca Juga

Nashif menjelaskan keluarga-keluarga di Afghanistan mengalami 'kemiskinan dan kelaparan parah' pada musim dingin ini. Terdapat laporan-laporan mengenai pekerja anak, pernikahan dini, dan 'bahkan penjual anak-anak'.

Ia menambahkan sekitar 72 dari 100 pembunuhan terkait dengan Taliban. "Di beberapa kasus, jenazah-jenazah dipamerkan di publik. Ini memperburuk ketakutan di antara kategori yang cukup besar," katanya Rabu (15/12).

Nashif mengatakan dekret Taliban pada bulan ini tentang hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan, bekerja, dan bebas bergerak serta berpartisipasi di ruang publik gagal. Sejak Agustus, sudah sekitar delapan orang aktivis dan dua orang jurnalis Afghanistan tewas dibunuh. PBB juga mencatat 59 pembunuhan tak sah di tempat penahanan.

"Keamanan hakim, jaksa dan pengacara terutama profesional hukum perempuan, harus diwaspadai," terang Nashif.

Utusan pemerintah Afghanistan sebelumnya di PBB, Nasir Ahmad Andisha, mengatakan Taliban melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan dan penghilangan paksa. "Setelah Taliban mengambil alih Kabul dengan cara militer, kita tidak hanya melihat kemunduran dari kemajuan yang dicapai dalam dua dekade. Akan tetapi kelompok ini juga melakukan serangkaian pelanggaran dengan sepenuhnya kebal hukum yang mana banyak kasus yang tidak dilaporkan dan tidak terdokumentasikan," kata Andisha.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement