Rabu 15 Dec 2021 15:01 WIB

Cara Erick Thohir Bantu Jaga Budaya Leluhur Bengkulu

Yayasan Erick Thohir membantu pembuatan sanggar di Bengkulu.

Red: Muhammad Hafil
Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Kelurahan Dusun Kepahiang, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang yang dibangun Yayasan Erick Thohir.
Foto: Dok Republika
Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Kelurahan Dusun Kepahiang, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang yang dibangun Yayasan Erick Thohir.

REPUBLIKA.CO.ID,BENGKULU -- Pembuatan Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Kelurahan Dusun Kepahiang, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang membuat haru para anggota sekaligus pembina sanggar.

Saat baru terbentuk tahun 2015, teater ini harus berpindah-pindah tempat setiap kali latihan. Mereka juga sangat kesulitan dalam menyimpan perlengkapan alat musik.

Baca Juga

Awal Desember 2021, persoalan yang selama bertahun-tahun tersebut, terselesaikan. Yayasan Erick Thohir dengan program social healing, hadir membantu pembangunan sanggar.

"Sekarang kita sudah tidak seperti kucing mau beranak, harus cari tempat dan berpindah pindah," kata Pembina Sanggar Metamorsa, Rithma Chanda Ariesya (37).

Sanggar itu di bangun di pekarangan rumah Rithma, berukuran 5 meter x 4 meter persegi. Sisi sisi tembok yang mengelilinginya dipenuhi sejumlah gambar penuh arti.  

Salah satu yang mencolok dan terletak tepat di tengah tembok adalah lambang milk sanggar berupa lukisan  metamorfosa separuh wajah manusia dan kepompong. 

Filosofinya, tentang perjalanan kehidupan yang dialami sanggar ruang rupa enam tahun yang lalu. Pada bagian tembok bangunan juga terpampang hasil karya seni lukis yang menggambarkan tiga unsur kehidupan sanggar.

Ada gambar jantung yang dibalut sejumlah alat musik, memiliki arti musik yang sudah menyatu dengan dengupan jantung. Lalu, kemudian seorang penari perempuan berpakaian ala Jepang memegang dua topeng. Serta satu gambar lainnya yang melukiskan seorang yang tengah bermain peran.

Berangkat dari hasil karya tulis yang mengangkat budaya suku Rejang, membuat perempuan asli suku Jawa ini memantapkan hatinya untuk mendalami kebudayaan suku asli tertua di Sumatera tersebut. 

Diyakininya, daerah Kepahiang sebagai salah satu kabupaten Provinsi Bengkulu memiliki banyak mewariskan budaya tua yang berasal dari para nenek moyang mereka terdahulu.

"Saya melihat seni budaya ini bagus dan unik tetapi belum terekspos dan saat itu saya bilang ke suami (orang asli Bengkulu) untuk melestarikan kebudayaan di sini," ucap perempuan yang sangat menggangumi satrawan Pramodiya Ananta Toer tersebut.

Kehadiran sanggar yang dihuni kurang lebih 50 anggota dan rata-rata terdiri dari anak- anak muda asli Kepahiang mendapat apresiasi dari sejumlah lapisan masyarakat. Itu dapat terlihat dari antusias masyarakat yang hadir setiap metamorfosa mengikuti sejumlah perlombaan di tingkat sekolah maupun tingkat kabupaten dan provinsi, diantaranya festival dan lomba seni siswa nasional (FLS2N) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam setiap penampilan yang akan dipertunjukan, diakui Rithma, dirinya selalu diawali dengan melakukan riset terlebih dahulu, seperti mendatangi para tetua-tetua adat yang masih ada untuk mendapatkan informasi seni tari asli yang dimiliki suku Rejang untuk kemudian dibuatkan koreografinya. Salah satunya, seperti penampilan tari parang.

Diakuinya, di tahun 2022 nanti pihaknya akan melakukan riset dan observasi kembali terhadap budaya lain yang ada di daerah ini, seperti seni atau tradisi Rejang Purba yang nantinya akan dikreasikan dengan tari dan teater. Sehingga, bisa menjadi sajian terbaik kami seperti tari parang.

"Dan itu menjadi karakter dari sanggar kami, kami juga lebih banyak menggunakan simbol-simbol sebagai properti pendukung pementasan," ucapnya.

Irawan (29), Ketua Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa mengaku keberadaan bangunan ini membuat semangat latihan kembali lagi. Terlebih, ketika beberapa tahun kemarin diselingi pembatasan kegiatan sosial akibat meningkatnya penyebaran virus Covid-19 yang merambah setiap daerah di Indonesia.

Kini, dengan dibangunnya tempat latihan tentu telah menghilangkan dahaga teman teman yang sejak lama menantikan memiliki sanggarnya sendiri. "Kita tidak perlu lagi  khawatir bila hujan turun saat sedang latihan," ujarnya.

Sanggar pun menjadi tempat tujuan berkumpul menjalin kembali silaturahmi yang sempat terputus di tengah berkurangan kegiatan atau perlombaan di bidang kesenian.

Setidaknya dengan adanya bangunan ini kami menjadi termotifasi untuk latihan dan berkreasi kembali. Sehingga tidak perlu lagi latihan di tempat terbuka, karena sanggar ini sudah memiliki atapnya.

"Sanggar yang dipercantik warna warni. diharapkan dapat memberikan mood positif bagi adik adik kami,"pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement