REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Puluhan wanita di Kabul, Afghanistan menggelar demonstrasi untuk menuntut hak atas pendidikan, pekerjaan, dan perwakilan politik dari pemerintahan Taliban, Kamis (16/12). Sejak merebut kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu, Taliban belum memenuhi janji mereka perihal pemenuhan hak-hak dasar perempuan, terutama dalam bidang pendidikan.
Meski kegiatan protes publik secara efektif dilarang oleh pemerintahan Taliban, tapi otoritasnya memberikan izin bagi puluhan perempuan untuk menggelar demonstrasi. Di tengah cuaca dingin, mereka meneriakkan, “makanan, karier, dan kebebasan”.
Di antara peserta aksi, ada pula yang mengacungkan papan bertuliskan tuntutan agar perempuan mendapatkan jabatan politik. Meskipun diizinkan untuk menggelar protes, mereka tak menampik tetap ada rasa ketakutan kepada pemerintahan Taliban.
“Ketakutan selalu ada, tapi kita tidak bisa hidup dalam ketakutan. Kita harus melawan ketakutan kita,” kata Shahera Kohistan (28 tahun), salah satu perempuan yang berpartisipasi dalam aksi demonstrasi di Kabul, dikutip laman Al Arabiya.
Tak hanya tuntutan perihal hak, para peserta aksi juga membentangkan spanduk yang menggemakan keluhan Taliban perihal sanksi berupa pembekuan aset miliaran dolar milik Afghanistan. Sanksi itu dinilai turut berperan dalam memperdalam krisis yang sedang berlangsung di negara tersebut.
Sejak Taliban menguasai kembali Afghanistan pada Agustus lalu, Amerika Serikat (AS) membekukan aset senilai sekitar sembilan miliar dolar AS milik negara tersebut. Taliban telah berulang kali meminta Washington agar mencairkan aset itu.
Bank Dunia juga menghentikan bantuannya ke Afghanistan setelah Taliban berkuasa kembali. Bantuan dihentikan di tengah kekhawatiran tentang situasi keamanan dan pengabaian hak-hak perempuan Afghanistan. Bank Dunia mengungkapkan akan memantau dan menilai situasi dengan cermat.
Bank Dunia memiliki lebih dari 20 proyek pembangunan yang sedang berlangsung di Afghanistan. Sejak 2002, mereka telah menyediakan dana sebesar 5,3 miliar dolar AS, sebagian besar dalam bentuk hibah, untuk negara tersebut.