REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sekitar 6,5 juta anak di Indonesia saat ini masih dalam kategori stunting. Data tersebut, angka sebelum pandemi (2019). Sehingga, diperkirakan akan semakin meningkat jika tak ada upaya serius oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, dan elemen lainnya.
"Data tahun 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 27,6 persen atau sekitar 6,5 juta anak. Angka cukup tinggi, sehingga perlu upaya konkret semua pihak untuk menanggulangi persoalan ini," ujar Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation Eddy Henry, usai serah terima capaiankKerja sama Program Penurunan Pencegahan Stunting ke Poltekesos Bandung Jalan Ir Djuanda, Kota Bandung, Rabu (22/12).
Menurut Eddy Henry, Presiden Joko Widodo sendiri menargetkan angka stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen pada 2024. Angka itu cukup fantastis, karena kondisi saat ini jumlah anak stunting masih cukup besar. Sehingga perlu upaya nyata untuk menurunkannya.
Menurutnya, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah bekerja sama dengan perguruan tinggi. Karena, kampus bisa menghasilkan riset terkait stunting. Riset ini, akan memberi gambaran konkrit tentang kondisi di masyarakat. Kampus juga bisa menjadi tenaga penyuluh ke masyarakat.
Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi independen di bidang Pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981. Berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam upaya percepatan penurunan angka stunting. Melanjutkan komitmen tersebut, sejak tahun 2020, Tanoto Foundation dan Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung bekerja sama dalam mengembangkan modul perubahan perilaku pencegahan stunting berdasarkan hasil penelitian.
"Kerja sama dengan Poltekesos telah menghasilkan kurikulum, panduan pelaksanaan praktikum pekerja sosial, modul pengabdian masyarakat, serta model Aksi Pengubahan Perilaku Cegah Stunting," katanya.
Ditempat yang sama, Direktur Poltekesos, Marjuki mengatakan, kerja sama Poltekesos dengan Tanoto Foundation tidak hanya menghasilkan sebuah model perubahan perilaku cegah stunting. Tapi merupakan stimulan bagi lahirnya penelitian dan praktikum mahasiswa yang membahas isu pencegahan stunting.
"Apa yang dihasilkan dari kerjasama ini akan terus berkembang sesuai dengan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi kampus kami," katanya.
Menurut Marjuki, salah satu upaya untuk percepatan penurunan prevalensi stunting diperlukan perubahan perilaku masyarakat ke arah yang positif. Dalam upaya perubahan perilaku tersebut, salah satu pemangku kepentingan adalah Perguruan Tinggi dengan para Akademisi yang mampu memahami masalah secara utuh, baik teoritis maupun praktis.
Perguruan tinggi yang memiliki kewajiban menyelenggarakan Tri Dharma bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat merupakan pemangku kepentingan yang strategis dalam upaya perubahan perilaku pencegahan stunting.