Kamis 23 Dec 2021 19:41 WIB

Kemiskinan Afghanistan Diperburuk Kekeringan Akibat Perubahan Iklim

Perubahan iklim menyebabkan kekeringan terparah di Afghanistan dalam beberapa dekade

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Sebuah keluarga menyiapkan teh di luar kantor Direktorat Bencana tempat mereka berkemah, di Herat, Afghanistan, Senin, 29 November 2021. Sekitar 2000 pengungsi meninggalkan desa Allahyar di provinsi Ghor karena kekeringan dan mencari bantuan dari daerah pemerintahan di Herat. Perubahan iklim menyebabkan kekeringan terparah di Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Sebuah keluarga menyiapkan teh di luar kantor Direktorat Bencana tempat mereka berkemah, di Herat, Afghanistan, Senin, 29 November 2021. Sekitar 2000 pengungsi meninggalkan desa Allahyar di provinsi Ghor karena kekeringan dan mencari bantuan dari daerah pemerintahan di Herat. Perubahan iklim menyebabkan kekeringan terparah di Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, SANG-E-ATASH -- Dipenuhi oleh hujan dan salju cair dari pegunungan, lembah yang terletak di antara puncak bergerigi barat laut Afghanistan ini pernah subur. Namun menurut penduduk setempat, iklim telah berubah dalam beberapa dekade terakhir, membuat bumi tandus dan orang-orangnya berjuang untuk bertahan hidup.

Banyak yang telah melarikan diri, menuju ke negara tetangga Iran atau hidup dalam kemiskinan di kamp-kamp pengungsi di Afghanistan. Kekeringan yang berulang kali mengeringkan tanah dan padang rumput yang menyusut.

Baca Juga

"Saya ingat dari masa kecil saya ada banyak salju di musim dingin, di musim semi kami banyak hujan," kata pemimpin masyarakat setempat di desa Sang-e- Atash, di provinsi Badghis yang dilanda bencana, Abdul Ghani.

"Namun sejak beberapa tahun lalu ada kekeringan, tidak ada salju, apalagi hujan. Bahkan tidak mungkin untuk mendapatkan satu mangkuk air dari pipa pembuangan untuk digunakan," kata pria berusia 53 tahun ini.

Kekeringan yang parah sudah melanda hingga tahun kedua dan secara dramatis memperburuk situasi yang sudah putus asa di negara itu. Dipukuli oleh perang selama empat dekade, warga Afghanistan juga harus menghadapi pandemi virus corona dan ekonomi yang terjun bebas menyusul pembekuan dana internasional setelah Taliban merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus.

"Tidak ada solusi, kami hancurkan saja. Kami tidak bisa pergi ke mana pun, ke negara asing, kami tidak punya uang, kami tidak punya apa-apa. Pada akhirnya kami harus menggali kuburan kami dan mati," ujar Ghani.

Jutaan orang tidak dapat memberi makan diri untuk diri sendiri. Kelompok-kelompok bantuan pun telah memperingatkan akan meningkatnya kekurangan gizi dan bencana kemanusiaan.

Bagi banyak keluarga di daerah Sang-e-Atash, bantuan Bulan Sabit Merah adalah satu-satunya penyelamat untuk musim dingin yang keras. Kepala organisasi untuk Afghanistan barat, Mustafa Nabikhil, mengatakan 558 keluarga telah menerima makanan selama tiga hari. Bantuan berisi tepung, beras, kacang-kacangan, minyak goreng, gula, garam, teh, dan biskuit berkalori tinggi yang diperkaya vitamin.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement