Selasa 28 Dec 2021 07:36 WIB

Berlaku 1 Januari, Sri Mulyani Rilis Aturan Amnesti Pajak Jilid II

Ada dua jenis wajib pajak yang ditargetkan dalam Amnesti Pajak Jilid II ini.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
 Petugas melayani wajib pajak di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12). Pemerintah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak atau Tax Amnesty Jilid II.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12). Pemerintah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak atau Tax Amnesty Jilid II.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak atau Tax Amnesty Jilid II. Adapun aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, nantinya program ini akan menyasar wajib pajak (WB) yang belum atau kurang mengungkapkan pajaknya kepada negara.

Baca Juga

“Wajib pajak pribadi dan badan usaha dapat mengungkapkan hartanya kepada negara mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Ada dua jenis wajib pajak yang dapat melaporkan harta kekayaannya,” ujar dalam keterangan resmi, Selasa (28/12).

Jenis pertama, bagi wajib pajak yang belum melaporkan hartanya sebelum 2015 akan diminta untuk membayar pajak penghasilan (PPh) final. PPh final diberikan sebesar 11 persen terhadap harta di luar negeri dan tidak akan direpatriasi atau dipindahkan ke dalam negeri.

Selanjutnya, PPh final akan diberikan sebesar delapan persen terhadap harta di luar negeri dan akan direpatriasi. Kemudian harta di luar negeri yang akan direpatriasi dan diinvestasikan dalam bentuk surat berharga negara (SBN) atau hilirisasi energi terbarukan, maka akan dikenakan PPh final sebesar enam persen.

Jenis kedua, bagi wajib pajak yang memiliki harta kekayaan antara 2016 hingga 2020, tapi masih belum sepenuhnya diungkapkan ke negara.

PPh final sebesar 18 persen akan diberlakukan bagi harta kekayaan di luar negeri dan tidak akan direpatriasi. PPh sebesar 14 persen akan dikenakan bagi harta di luar negeri dan akan direpatriasi. Sementara itu, harta di luar negeri yang akan direpatriasi dan diinvestasikan di SBN atau energi terbarukan akan dikenakan PPh final sebesar 12 persen.

Menurut dia, pemerintah akan mengenakan sanksi bagi wajib pajak perorangan maupun badan usaha yang tidak mengungkapkan pajak pada program kali ini dengan sanksi hingga 200 persen.

"Harta apa saja belum dilaporkan dan kita ketemu Anda harus bayar dua kali dari harta tersebut, jadi mending ikut sekarang," katanya menegaskan. 

Baca juga :Sukses Selamatkan Nasabah Jiwasraya, Erick Thohir Diharapkan Selesaikan Masalah ASABRI

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement