REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan, kurikulum prototipe bukanlah kebijakan kurikulum baru, melainkan kebijakan pemulihan pembelajaran akibat pandemi Covid-19. Satuan-satuan pendidikan dapat menerapkan kurikulum tersebut mulai 2022 hingga 2024 mendatang untuk kemudian hasilnya dievaluasi.
“Selama dua tahun, yaitu tahun 2022 sampai dengan 2024 sekolah dapat menerapkan kurikulum prototipe ini. Untuk kemudian akan kita evaluasi kembali," jelas Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri, Rabu (29/12).
Dia menerangkan, Kemendikbudristek telah melakukan beberapa terobosan, antara lain dengan menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi kurikulum darurat, yang dilakukan sebagai upaya pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi hilangnya pembelajaran. Karena bersifat pemulihan, Kemendikbudristek melakukan pengurangan materi dari Kurikulum 2013 yang padat dan dipilih materi yang esensial.
"Sehingga, guru punya waktu memulihkan proses pembelajaran itu dan melakukan inovasi pembelajaran yang fokus kepada anak berdasarkan konteks, kebutuhan, dan potensi anak yang beragam," kata Zulfikri.
Dalam waktu dekat, kata dia, Kemendikbudristek segera menawarkan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran. Opsi kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum prototipe, yang mendorong pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Zulfikri menyebutkan, untuk melihat efektivitas penerapan kurikulum prototipe secara terbatas, satuan pendidikan yang telah bergabung dalam barisan Sekolah Penggerak akan dilibatkan. Zulfikri menekankan, penerapan kurikulum prototipe bukanlah suatu perintah atau kewajiban bagi satuan pendidikan, melainkan pilihan.
“Kami ingin, satuan pendidikan menerapkannya berdasarkan pemahaman yang baik sehingga merasa memiliki dengan kurikulum apapun yang dipilih. Bukannya mengatakan ini kurikulum pusat. Sekali lagi, tidak ada unsur paksaan karena kalau status kebijakan ini wajib, maka siapapun akan menjalankannya meski sebenarnya dia tidak mau atau tidak paham," kata dia.
Bagi satuan pendidikan yang tertarik, Zulfikri mengatakan, sebagai langkah awal mereka akan diberi pemahaman tentang paradigma kurikulum ini terlebih dahulu. Lalu, sekolah diberi kebebasan untuk memilih apakah ingin langsung belajar sambil praktik, atau ingin mempelajari dulu konsepnya selama satu tahun untuk kemudian baru diimplementasikan di tahun berikutnya.
"Kemudian, guru dan siswa diberi kesempatan untuk memberi umpan balik terkait pengalaman mereka selama menjalankan kurikulum ini," jelas Zulfikri.
Baca Juga: Januari, DPR akan Kaji Usulan Kurikulum 2022