REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mendesak China menghentikan aksi penangkapan terhadap jurnalis Hong Kong. Hal itu disampaikan sehari setelah Beijing menutup organisasi media pro-demokrasi Hong Kong, Stand News.
“Jurnalisme bukanlah hasutan,” kata Blinken dalam sebuah pernyataan pada Kamis (30/12), dilaporkan Bloomberg.
Dia menyerukan kepada pejabat China dan Hong Kong berhenti menargetkan media bebas dan independen di wilayah tersebut. Blinken pun meminta para jurnalis dan eksekutif media yang telah ditangkap atau didakwa secara tidak adil dibebaskan.
Blinken menjelaskan, kebebasan pers dan akses informasi telah memungkinkan Hong Kong berkembang sebagai pusat keuangan, perdagangan, pendidikan, dan budaya global. “Dengan membungkam media independen, Cina dan otoritas lokal merusak kredibilitas dan kelangsungan hidup warga Hong Kong,” ujarnya.
Pernyataan Blinken segera direspons Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Dia mengaku setuju dengan Blinken bahwa jurnalisme bukanlah hasutan. Namun Lam pun membela langkah penutupan Stand News. “Tindakan dan kegiatan hasutan serta menghasut orang lain melalui tindakan dan kegiatan publik tidak dapat dimaafkan dengan kedok pelaporan berita,” ujarnya kepada awak media.
Lam menegaskan, penutupan Stand News merupakan tindakan penegakan hukum. “Tindakan ini tidak ada hubungannya dengan ‘penindasan kebebasan pers’ atau ‘penindasan demokrasi’, seperti yang dikatakan beberapa orang,” ucapnya.
Selain Blinken, beberapa pejabat Barat lainnya turut mengutarakan keprihatinan atas penutupan Stand News. Menteri Negara Inggris untuk Asia Amanda Milling mengungkapkan, langkah tersebut semakin mengikis kebebasan berbicara di Hong Kong. Sementara Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly menyorot penangkapan awak dan pemimpin Stand News.
Selain ditutup, otoritas Hong Kong memang turut menangkap Pemimpin Redaksi Stand News Patrick Lam. Aksi penutupan Stand News merupakan pukulan terbaru bagi kebebasan pers di Hong Kong. Pada Juni lalu, surat kabar Hong Kong yang lantang mengkritik Cina dan otoritas lokal, yakni Apple Daily, ditutup.
China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong pada Juni 2020. UU tersebut telah dipandang sebagai "alat" yang digunakan Cina untuk memberangus gerakan demokrasi di wilayah tersebut.
Dalam UU itu, terdapat empat tindakan utama yang akan dijerat, yakni subversi, terorisme, seruan atau kampanye pemisahan diri dari Cina, dan berkolusi dengan kekuatan asing untuk membahayakan keamanan nasional. Hukuman maksimum untuk keempat pelanggaran itu adalah penjara seumur hidup. Sementara beberapa pelanggaran ringan akan menghasilkan pidana penjara kurang dari tiga tahun.
UU itu pula yang digunakan untuk menutup Apple Daily. Surat kabar itu dituding berkolusi dengan kekuatan asing untuk membahayakan keamanan nasional. Selain membekukan aset senilai 2,3 juta dolar AS, otoritas Hong Kong juga menangkap lima editor dan pejabat eksekutif Apple Daily.