REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak mengapresiasi keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merevisi Peraturan Kepala BPOM No 31/2018 tentang Label Pangan Olahan untuk mengakomodasi pelabelan free BPA kemasan plastik berbahan berbahan polikarbonat (PC). Revisi tersebut dinilai bentuk perlindungan kesehatan masyarakat.
Dukungan kepada BPOM misalnya datang dari anggota komisi IX DPR Arzeti Bilbina. Dia menyambut gembira dan bersyukur atas langkah BPOM yang akan memberi label pada galon guna ulang dengan Free BPA. "Alhamdulillah perjuangan yang cukup lama akhirnya dikabulkan juga. Ini kemenangan bagi rakyat," ungkap Arzeti, Kamis (30/12).
Ketua Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras
Roso menilai, langkah BPOM tepat karena lebih memerhatikan masalah kesehatan ketimbang mementingkan keuntungan semata. “Itu artinya, BPOM telah selaras dengan tugas konstitusi,” ujarnya.
Ia menambahkan, kesehatan sebagai bagian dari hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana amanat Pembukaan UUD RI Tahun 1945. Perubahan Kedua UUD RI Tahun 1945 yang memuat jaminan konstitusional hak memperoleh pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia.
Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro, ProfAndri Cahyo Kumoro, sempat memberi usul agar BPOM menunjuk salah satu laboratorium yang independen agar hasil penelitian tentang migrasi BPA lebih bisa diterima.
Menurut Prof Andri, zat BPA memang berbahaya. Dan terjadinya pelecutan atau migrasi BPA itu dapat terjadi apabila terjadi pemanasan dan gesekan, potensi terjadinya pelecutan atau migrasi BPA ke air yang paling mungkin terjadi di kota besar. "Di kota besar siklusnya lebih cepat," ujarnya.
Dengan fakta-fakta penelitian bahwa BPA sebagai salah satu faktor penyebab beberapa penyakit, dirinya sangat mendukung jika dilakukan pelabelan. "Banyak konsumen tidak tahu simbol No. 7 pada kemasan plastik polikarbonat yang mengandung BPA itu artinya apa? Hanya produsen yang paham atau mereka yang berkecimpung di bidang ini," ungkap Prof Andri.
Karena banyak masyarakat tidak paham kode-kode dalam kemasan tersebut, lebih baik kemasan mengandung BPA diberi label peringatan konsumen agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil.