Ahad 02 Jan 2022 00:05 WIB

Studi: Malam Hari, Twitter Dipenuhi Pengguna yang Depresi

Studi sebut pengguna dengan diagnosis depresi lebih aktif di Twitter pada malam hari.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nora Azizah
Studi sebut pengguna dengan diagnosis depresi lebih aktif di Twitter pada malam hari (Foto: ilustrasi)
Foto: Foxnews
Studi sebut pengguna dengan diagnosis depresi lebih aktif di Twitter pada malam hari (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Scientific Reports, orang yang depresi menunjukkan pola aktivitas daring berbeda. Studi yang berjudul 'Depresi Mengubah Pola Sirkadian Aktivitas Daring' yang dipimpin oleh Martijn ten Thij melihat pengguna Twitter memiliki diagnosis depresi lebih aktif pada malam hari dan banyak merenung dari tengah malam hingga sekitar pukul 06.00 pagi.

Depresi berat adalah salah satu penyakit mental yang paling umum di seluruh dunia dan dikaitkan dengan berbagai hasil negatif, seperti peningkatan risiko bunuh diri dan penyakit lain. Salah satu faktor yang berkontribusi pada depresi adalah kurang tidur. Secara khusus, depresi telah berulang kali dikaitkan dengan gangguan ritme sirkadian, yaitu jam internal tubuh yang mengatur siklus tidur atau bangun.

Baca Juga

Tim peneliti mengeksplorasi perbedaan dalam siklus aktivitas harian orang yang depresi dan tanpa depresi menggunakan sumber data unik, yakni aktivitas media sosial. Pendekatan ini akan memberi mereka petunjuk tentang aktivitas perilaku dan kognitif dan memungkinkan mereka untuk memperkirakan siklus ritme sirkadian.

Para peneliti mengidentifikasi 688 pengguna Twitter yang secara eksplisit mengunggah cicitan tentang menerima diagnosis depresi. Kemudian tim peneliti menganalisis cicitan masa lalu pengguna dan membandingkannya dengan riwayat cicitan dari sampel kontrol acak 8.791 pengguna Twitter tanpa diagnosis depresi yang disebutkan.

Dari penelitian tersebut, mereka menemukan tingkat aktivitas pengguna Twitter yang depresi dan tidak depresi mengikuti ritme sirkadian yang sama seperti yang ditunjukkan oleh pola naik turun yang sama dalam aktivitas sepanjang hari. Tingkat aktivitas kedua kelompok memuncak sekitar pukul 21.00 malam dan turun pada dini hari antara pukul 03.00 pagi dan 06.00 pagi.

Namun, ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat aktivitas kelompok pada waktu tertentu dalam sehari. Kelompok depresi kurang aktif di Twitter antara pukul 03.00 pagi dan 06.00 pagi, 09.00 pagi dan 10.00 pagi, 13.00 siang, dan pukul 14.00 siang. Pengguna yang depresi malah lebih aktif di malam hari, antara pukul 19.00 malam dan tengah malam.

Untuk melihat jenis konten apa yang mungkin mendorong perbedaan ini, para peneliti melihat lebih dekat pada cicitan yang diunggah. Spesialis terapi perilaku kognitif (CBT) menganalisis konten cicitan dan mencari kategori kata tertentu yang terkait dengan refleksi diri serta perenungan.

Dari hasil itu, ditemukan bahwa pengguna yang depresi mengunggah cicitan lebih banyak kata terkait dengan pemikiran dan pertanyaan yang kaku, misalnya bisa dan harus. Mereka jarang menggunakan kata pengaruh positif, contonya bahagia dan cinta selama periode waktu dari tengah malam hingga dini hari.

Mereka juga menggunakan kata dalam kategori kata ganti orang, seperti saya dan saya sendiri serta kata pengaruh negatif, seperti marah dan menangis antara pukul 04.00 pagi dan 06.00 pagi. Menurut penulis, hal itu mungkin menunjukkan emosi yang lebih tinggi di antara pengguna yang mengalami depresi.

Dilansir PsyPost, Sabtu (1/1), Ten Thij dan rekannya mencatat bahwa membandingkan tingkat aktivitas kedua kelompok tidak mengungkapkan bukti pergeseran fase. Dengan kata lain, pola aktivitas menunjukkan waktu tidur dan bangun yang serupa di antara kedua kelompok. 

Sebaliknya, perbedaan tingkat aktivitas terlihat pada waktu tertentu dalam sehari. Akhirnya, penggunaan yang lebih besar dari kategori kata refleksi diri dan perenungan menunjukkan bahwa pengguna Twitter dengan depresi memposting cicitan yang mengandung lebih banyak bahasa depressogenic.

“Hasil ini menunjukkan bahwa diagnosis dan pengobatan depresi dapat berfokus pada modifikasi waktu aktivitas, mengurangi perenungan, dan mengurangi penggunaan media sosial pada jam tertentu dalam sehari,” kata para penulis.

Mereka juga mencatat bahwa studi tambahan ke dalam kategori kata yang digunakan dapat menawarkan wawasan tentang perbedaan dalam penggunaan bahasa yang lebih luas antara individu yang depresi dan populasi umum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement