Senin 03 Jan 2022 14:47 WIB

Presiden Korsel Kejar Perdamaian dengan Korut di Akhir Masa Jabatan

Moon akui,salah satu tantangan untuk dimulainya pembicaraan adalah tuntutan Korut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
Foto: Lukas Coch/Pool Photo via AP
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in berjanji akan menggunakan bulan-bulan terakhir masa jabatannya untuk mengejar normalisasi hubungan dengan Korea Utara (Korut). Kendati demikian, komitmennya itu masih ditanggapi dengan hening oleh Pyongyang.

“Pemerintah akan mengejar normalisasi hubungan antar-Korea dan jalan perdamaian yang tidak dapat diubah sampai akhir,” kata Moon dalam pidato tahun barunya pada Senin (3/1), dikutip laman kantor berita Korsel, Yonhap.

Baca Juga

Moon mengakui, jalan menuju perdamaian dengan Korut memang masih panjang. “Saya berharap upaya dialog akan berlanjut di pemerintahan berikutnya juga,” ujarnya.

Masa jabatan Moon sebagai presiden bakal berakhir Mei mendatang. Selama hampir lima tahun menjabat, dia telah beberapa kali melakukan pertemuan tingkat tinggi dengan pemimpin Korut Kim Jong-un. Itu menjadi bagian dari upayanya menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea.

Pada Desember lalu, Moon sempat menyatakan bahwa secara prinsip Korsel dan Korut sudah sepakat untuk resmi berdamai. Kendati demikian, Moon tak menyangkal, salah satu tantangan untuk dimulainya pembicaraan tentang kesepakatan damai formal adalah tuntutan Korut.

Pyongyang bersikeras, sebelum pembicaraan semacam itu digelar, Amerika Serikat (AS) harus terlebih dulu menarik kehadirannya dari Korsel. Washington pun harus mencabut sanksi terhadap Korut. Menurut Moon, Korut selalu mengajukan tuntutan itu sebelum pembicaraan apa pun.

Di sisi lain, AS sebagai sekutu Korsel kerap menegaskan, ia tak akan mencabut sanksi apa pun sebelum Korut meninggalkan program senjata nuklirnya. “Oleh karena itu, kami tidak bisa duduk untuk berdiskusi atau berunding mengenai deklarasi (damai) tersebut. Kami berharap pembicaraan akan dimulai,” ujar Moon saat berkunjung ke Australia pada 12 Desember lalu, dikutip laman Axios.

Moon menekankan, deklarasi akhir perang sendiri bukan tujuan akhir. Namun hal itu akan menjadi langkah penting dalam membuka jalan untuk memulai kembali negosiasi denuklirisasi serta perdamaian di Semenanjung Korea.

Korsel dan Korut terlibat dalam peperangan pada 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata dan tanpa perjanjian damai. Jadi secara teknis, saat ini kedua negara masih dalam kondisi berperang.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement