Jumat 07 Jan 2022 20:51 WIB

Koalisi Sipil Desak RUU Pelindungan Data Pribadi Segera Disahkan

Dugaan kebocoran data Kemenkes ini menambah kasus kebocoran data pribadi di Indonesia

Rep: Febryan A/ Red: Ilham Tirta
Ilustrasi data pribadi
Foto: Pikist
Ilustrasi data pribadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi (KA‐PDP) menyoroti kabar dugaan bocornya data 6 juta rekam medis pasien Covid-19 milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Koalisi ini pun mendesak pemerintah dan DPR mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP).

KA-PDP menyebut, dugaan kebocoran data Kemenkes ini menambah panjang deretan kasus kebocoran data pribadi di Indonesia. Hal ini jelas menunjukkan institusi negara belum sanggup melindungi data pribadi warga negara.

Baca Juga

"Berulangnya kasus kebocoran data semakin memperjelas fakta bahwa institusi publik pada umumnya belum siap untuk mengaplikasikan seluruh prinsip perlindungan data pribadi," kata Wahyudi Djafar, Direktur Eksekutif ELSAM, salah satu organisasi yang tergabung dalam KA-PDP.

Karena itu, KA-PDP mendesak pemerintah dan DPR mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PDP. Sehingga, terdapat rujukan instrumen perlindungan data pribadi yang komprehensif. Terlebih lagi, institusi pusat maupun daerah mengelola data pribadi warga yang besar.

"(Kehadiran UU Perlindungan Data Pribadi) akan mampu meminimalisir terus berulangnya insiden kebocoran data pribadi," kata dalam siaran pers KA-PDP, Jumat (7/1).

Wahyudi mengatakan, UU PDP nanti haruslah memuat ketentuan yang mengharuskan adanya otoritas perlindungan data pribadi independen yang mampu bekerja secara fair dan adil. "Tanpa adanya otoritas PDP independen tentu sulit mencapai tujuan perlindungan data pribadi," ujarnya.

Sebelumnya, sebanyak 6 juta rekam medis pasien Covid-19 milik Kemenkes diduga bocor dan dijual bebas di forum gelap atau situs RaidForum. Kabar yang beredar pada Kamis (6/1) itu menyebutkan jumlah itu hanya sampel. Dokumen data pribadi dan rekam medis pasien yang mereka ambil berjumlah 720 GB, dengan keterangan dokumen "Centralized Server of Ministry of Health of Indonesia".

Data pribadi tersebut mencakup data identitas pasien, yakni alamat rumah, tanggal lahir, nomor ponsel, dan NIK. Termasuk pula di dalamnya data rekam medis pasien, yakni anamnesis atau data keluhan utama pasien, diagnosis dengan kode ICD 10 atau pengkodean diagnosis internasional, pemeriksaan klinis, ID rujukan, pemeriksaan penunjang, dan rencana perawatan.

Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya saat ini masih menelusuri dugaan kebocoran data tersebut. Tim internal Kemenkes sedang melakukan investigasi bersama tim dari BSSN dan Kominfo. "Masih ditelusuri oleh tim. Ditunggu saja ya," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement