REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON, -- Gedung Putih mengancam Iran akan menghadapi konsekuensi berat jika menyerang warga Amerika Serikat (AS), Ahad (9/1/2022). Teheran pun dilarang menyerang salah satu dari mereka yang dikenai sanksi atas pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani pada 2020 dalam serangan pesawat tak berawak.
"Jika Iran menyerang salah satu warga negara kita, termasuk salah satu dari 52 orang yang disebutkan kemarin, itu akan menghadapi konsekuensi yang berat," kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan.
Sullivan mengatakan sanksi Iran terbaru yang diumumkan pada Sabtu (8/1/2022), datang ketika milisi proksi Teheran terus menyerang pasukan AS di Timur Tengah. "Kami akan bekerja dengan sekutu dan mitra kami untuk mencegah dan menanggapi setiap serangan yang dilakukan oleh Iran," katanya.
Iran memberlakukan sanksi terhadap lusinan warga Amerika. Banyak dari mereka berasal dari militer AS dan terlibat atas pembunuhan Soleimani pada 2020 di Irak.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan 51 warga AS telah menjadi sasaran yang disebutnya terorisme dan pelanggaran hak asasi manusia. Langkah tersebut memungkinkan pihak berwenang Iran menyita aset apa pun yang mereka miliki di Iran, tetapi tidak adanya aset tersebut berarti kemungkinan tindakan itu hanya akan menjadi simbol. Tidak jelas mengapa pernyataan Sullivan merujuk pada 52 orang ketika Teheran mengatakan telah memberikan sanksi kepada 51 orang.
Baca: Bayang-Bayang Kuasa Mantan Presiden di Balik Kekacauan Kazakhstan
Sanksi Iran itu diberikan termasuk kepada Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal AS Mark Milley. Nama pemimpin besar lain yang masuk adalah mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Robert O'Brien.
Komandan Pasukan Quds Iran yang merupakan pasukan luar negeri dari Pengawal Revolusi elit itu tewas di Irak dalam serangan pesawat tak berawak pada 3 Januari 2020. Serangan ini diperintahkan oleh Presiden Donald Trump saat itu. Setahun yang lalu, Iran memberlakukan sanksi terhadap Trump dan beberapa pejabat senior AS.
Baca: Swiss Larang Tentara Pakai Aplikasi Pesan Asal AS dari Whatsapp Hingga Telegram
Baca: Awalnya Berdalih Mengawasi, Kini AS Malah Bangun Kilang Minyak di Suriah