REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian menyerukan Amerika Serikat (AS) mencairkan aset Afghanistan yang dibekukan setelah Taliban menguasai kembali negara tersebut. Saat ini Afghanistan diketahui sedang menghadapi krisis kemanusiaan.
“Aset Afghanistan yang diblokir Amerika harus digunakan untuk tujuan kemanusiaan dan peningkatan kondisi di Afghanistan,” kata kata Amirabdollahian setelah bertemu Menteri Luar Negeri Taliban Amiran Khan Mutaqqi di Teheran, Senin (10/1/2022).
Setelah Taliban merebut kekuasaan pada Agustus tahun lalu, Washington diketahui membekukan aset cadangan bank sentral Afghanistan senilai lebih dari 9 miliar dolar AS. "Pertempuran bangsa Afghanistan yang pemberani telah menunjukkan bahwa tidak ada kekuatan asing yang dapat menduduki Afghanistan dan memerintah di sana," ujar Amirabdollahian.
Meski Amirabdollahian melakukan pertemuan dengan Mutaqqi, Iran belum secara resmi mengakui pemerintahan Taliban atas Afghanistan. Presiden Iran Ebrahim Raisi telah menyerukan pembentukan pemerintahan inklusif di Afghanistan. Menurutnya, penting bagi rakyat di sana untuk tak merasa bahwa Afghanistan hanya dimiliki satu kelompok atau golongan saja. “Semua upaya kami adalah untuk pemerintahan di Afghanistan yang rakyat merasa milik semua kelompok dan etnis di Afghanistan serta menjamin perdamaian di negara tersebut,” kata Raisi pada 30 Desember tahun lalu.
Dia menekankan, ketidakamanan di Afghanistan bisa berdampak pada Iran. Terkait hal itu, Raisi memuji kelompok-kelompok di Afghanistan seperti Haidarioun, Zaynabiun, dan militan Fitimiyun, yang memerangi ISIS. Ia menilai, ISIS dan kelompok ekstremis lainnya yang masih berada di Afghanistan mempunyai tujuan mencegah perdamaian dan keamanan di negara tersebut.
Raisi mengungkapkan, saat ini hampir 4 juta warga Afghanistan tinggal di Iran. Mereka berbaur dan hidup berdampingan dengan masyarakat Iran. Sejak menguasai kembali Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu, Taliban memang belum menunjukkan tanda-tanda akan membentuk pemerintahan inklusif.
Dalam pemerintahan Taliban saat ini, semua jajaran kabinetnya merupakan anggota mereka. Ada pula beberapa tokoh yang merupakan loyalis Taliban. Tak hanya soal inklusivitas dalam pemerintahan, Taliban juga belum memenuhi janjinya perihal pemenuhan hak-hak wanita Afghanistan, terutama di bidang pendidikan dan perwakilan politik.