REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis Ustaz Yahya Waloni lima bulan penjara serta denda Rp 50 juta atau ganti kurungan 1 bulan. Penceramah itu diputus bersalah terkait kasus ujaran kebencian terkait SARA dalam ceramahnya.
"Menjatuhkan vonis pada terdakwa dengan pidana penjara selama lima bulan,” kata Ketua Majelis Hakim, Hariyadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2022).
Dalam putusannya, majelis hakim mengatakan hukuman itu dikurangi masa penahanannya di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta, sejak Agustus 2021 lalu. Apabila Yahya membayar denda Rp 50 juta, maka masa kurungannya tersisa sekitar 1 bulan.
"Apabila denda hukuman tidak dibayar, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama satu bulan,” kata hakim.
Vonis yang diputuskan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa , yaitu hukuman penjara tujuh bulan. Terdakwa Yahya Waloni terbukti bersalah melanggar Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-undang RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam Pasal 45 A ayat (2) mengatur: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Pertimbangan vonis Majelis Hakim adalah Yahya Waloni telah menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf pada umat Nasrani. Kemudian, dinilai tidak berbelit-belit dalam persidangan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di masa mendatang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jaksa Baringin Sintauri mengaku akan mengkaji kemungkinan mengajukan banding. Disebutnya, JPU memiliki hak untuk menuntut dan hak untuk memutuskan.
"Kami tuntut tujuh bulan (penjara) putusan lima bulan, nanti kami buat laporan ke pimpinan," ungkap Baringin usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pihaknya masih akan meneliti pertimbangan hakim dalam memutuskan vonis. Kemudian setelah itu baru JPU bisa memutuskan untuk banding atau menerima putusan hakim.
"Ada semua kemungkinan ada, nanti kami teliti lagi sejauh mana pertimbangan majelis hakim, mana celah-celahnya. Kemungkinan kami ada banding, kemungkinan bisa terima," jelas Baringin.