Rabu 12 Jan 2022 14:08 WIB

Anggota DPD Asal Sulsel Kompak Sepakat PT Capres Sebesar Nol Persen

DPD RI berencana mengajukan uji materi terkait PT nol persen.

Anggota DPD RI dari Sulsel sepakat PT capres sebesar nol persen. Foto juru kamera merekam video saat mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (kiri layar proyektor) didampingi kuasa hukumnya, Refly Harun menyampaikan pandangannya saat sidang pengujian materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/1/2022). Sidang tersebut digelar atas permohonan dari Gatot Nurmantyo yang meminta ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Anggota DPD RI dari Sulsel sepakat PT capres sebesar nol persen. Foto juru kamera merekam video saat mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (kiri layar proyektor) didampingi kuasa hukumnya, Refly Harun menyampaikan pandangannya saat sidang pengujian materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/1/2022). Sidang tersebut digelar atas permohonan dari Gatot Nurmantyo yang meminta ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang berasal dari Sulawesi Selatan kompak mendukung ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) nol persen. Mereka sependapat dengan gagasan Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang juga menginginkan hal yang sama.

Ketua kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung mengatakan, pihaknya memperjuangkan PT nol persen. Bahkan, kata dia, DPD perwakilan dari Sulsel kompak dan satu frekuensi dengan wacana ini. Keempat orang itu adalah Andi Muh. Ihsan, Lily Amelia Salurapa, Tamsil Linrung, dan Ajiep Padindang.

DPD secara kelembagaan maupun perorangan, lanjut Tamsil, akan segera mengajukan judicial review (JR) terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Terutama yang berkaitan dengan persentase ambang batas PT 20 persen menjadi 0 persen. "Jadi, perlu dipertegas, PT 0 persen untuk kepentingan kualitas demokrasi di negeri ini, untuk bangsa ini,”kata Tamsil dalam siaran persenya, Rabu (12/1/2022).

Tamsil menambahkan, dalam kaitan pilpres, tampak jelas ada stratifikasi kelas antar warga negara di negeri ini. Warga negara yang nonparpol seperti digolongkan sebagai rakyat kelas dua. 

Dijelaskannya, pasal 6A Ayat 2 ditafsirkan warga yang tidak terafiliasi parpol. Mereka hanya punya hak untuk memilih, bukan dipilih atau mencalonkan diri sebagai kandidat capres maupun cawapres. Sebab UU Pemilu mengatur pencalonan harus lewat parpol. Itupun dengan ambang batas dukungan minimal 20 persen kursi di DPR.

Dalam prinsip demokrasi, kata Tamsil, pembagian kelas dan limitasi-limitasi tersebut jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Karenanya, menurut dia, ketentuan itu tidak adil dan bertabrakan dengan konstitusi. Bahkan, bisa disebut membajak demokrasi. "Jika negeri ini konsisten dan konsekuen menerapkan sistem presidensial, seharusnya semua warga negara diberi kesempatan maju dalam kontestasi pilpres untuk mewujudkan kempimpinan nasional yang kuat,” tegasnya.

Menurut Tamsil, di sinilah perlunya perubahan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 itu. Minimal ketentuan PT 20 persen yang kini lebih memungkinkan untuk diuji. Karena itu DPD secara kelembagaan dan para senator mengajukan JR ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tamsil mengajak elemen masyarakat, termasuk kalangan kampus, untuk bersama-sama dan bahu-membahu melakukan perubahan yang lebih baik melalui penataan sistem presidential itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement