REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Upaya pengusiran kera liar ekor panjang (Macaca Fascicularis) yang merusak permukiman di Blok Sampora, Desa Purwasari, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan, belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bahkan, kawanan kera liar juga menyerang warga yang melintas, termasuk anak-anak yang akan berangkat ke sekolah.
Penanganan kasus itu selanjutnya akan dilakukan oleh pihak BKSDA. Kepala UPT Damkar Satpol PP Kabupaten Kuningan, Mh Khadafi Mufti, mengatakan, upaya mitigasi telah dilakukan jajarannya sejak Ahad (16/1) hingga Kamis (20/1). Upaya pengusiran dengan bebauan berupa terasi dan kamper barus, juga telah dilakukan.
Campuran terasi dan kamper barus yang ditumbuk dan dibungkus kain itu digantung di tempat-tempat yang menjadi sasaran gerombolan kera liar. Selain di rumah dan bangunan sekolah, bebauan itu juga dipasang di pohon-pohon di pinggir jalan raya.
Khadafi menjelaskan, ‘cara halus’ mengusir kera liar dengan bebauan itu membuat kawanan kera liar menjauh dalam empat hari. Namun sayang, pada Kamis (20/1) pukul 17.00 WIB, gerombolan kera liar dilaporkan kembali menyerang permukiman.
"Kami bersama pengurus RT/RW, aparat desa dan kecamatan setempat sudah berusaha maksimal mencegah serangan kera liar dengan campuran terasi dan kamper barus. Tapi sayang, belum semua warga kompak melakukannya," kata Khadafi, Jumat (21/1).
Padahal, lanjut Khadafi, upaya pengusiran gerombolan kera liar itu tidak bisa dilakukan oleh sepihak. Melainkan harus melibatkan banyak orang dan diperlukan kekompakan, terlebih dari warganya sendiri.
Khadafi mengakui, keterbatasan kamper barus dan terasi tidak sebanding dengan luasnya sebaran kera liar. Diketahui ada empat koloni kera liar , yang berisi sekitar 150 ekor kera yang mendiami wilayah hutan, dengan sebaran kurang lebih 20 hektare.
"Pada Kamis, kera liar kembali datang dan menyerang warga karena bau dari kamper dan terasi telah berkurang akibat tidak dipasang secara menyeluruh dan tidak rapat di setiap bangunan dan pepohonan," ujar Khadafi.
Selain itu, lanjut Khadafi, cuaca hujan juga turut berpengaruh terhadap cara pengusiran tersebut. Pasalnya, terasi dan kamper barus yang dibungkus kain kalah oleh air hujan yang bersifat asam.
Khadafi menyatakan, dengan kondisi tersebut, pihaknya telah berkomunikasi dengan BKSDA Jabar. Upaya penanganan kera liar pun selanjutnya dilakukan oleh BKSDA Jabar. Rencananya, BKSDA akan mendatangkan tim ahli handling dari Suku Baduy untuk membantu menangani masalah tersebut.
Khadafi menambahkan, pihak BKSDA pun tidak menjanjikan akan bisa mengevakuasi gerombolan monyet secara keseluruhan. Pasalnya, mereka harus tetap mempertimbangkan kestabilan ekosistem lingkungan.
"Warga pun tidak melakukan perburuan/penembakan terhadap kera karena mereka memiliki sifat pendendam," ucap Khadafi.
Khadafi menambahkan, dari hasil mitigasi yang dilakukan jajarannya selama ini, diketahui bahwa serangan kera liar ekor panjang di Blok Sampora telah menyebabkan kerusakan pada empat ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah (MI) Guranteng, satu ruang guru, dan satu set komputer.
Selain itu, kawanan kera liar itu juga merusak sepuluh rumah warga, satu kandang ternak ayam dan satu bangunan warung. Kerusakan pada bangunan-bangunan itu tergolong ringan berupa kerusakan genteng dan plafon.
Tak hanya bangunan, gerombolan hewan primata itu juga merusak tanaman pertanian milik warga, di antaranya berupa pohon mangga, rambutan, pisang, padi dan petai. Luas lahan pertanian yang rusak itu sekitar satu hektare, yang tersebar di beberapa titik.
"Kawanan kera liar juga menyerang warga yang melintas, termasuk anak-anak yang akan berangkat ke sekolah," tandas Khadafi.