REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejak awal Januari 2022 hingga Sabtu (22/1), telah terjadi 243 kejadian bencana di Indonesia. Menurut BNPB, jenis bencana juga kini tak bisa lagi dipisahkan antara kelas geologi dan hidrometeorologi.
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, Udrekh menjelaskan, sebenarnya jumlah bencana di tingkat global, baik meteorologi maupun geologi sudah cukup banyak terjadi di sepanjang tahun ini. "Meski baru Januari 2022, tercatat sudah 243 kejadian bencana terjadi (di Indonesia)," ujar Udrekh saat berbicara di konferensi virtual bertema Waspada Gempa Megathrust dan Bencana Hidrometeorologi, Sabtu (21/1/2022).
Padahal, dia melanjutkan, pekerjaan rumah bencana dan dampaknya sejak 2021 masih banyak. Selain itu, BNPB mencatat beberapa poin yang perlu diperhatikan bahwa tidak bisa lagi dipisahkan antara bencana geologi dan hidrometeorologi.
Udrekh menyebutkan, kasus yang paling aktual adalah erupsi Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Sebab, ada urusan terkait geologi gunung api yang disebabkan oleh tingginya curah hujan pada saat kejadian tersebut.
Tak hanya itu, BNPB juga mencatat gempa juga masih terjadi. Menurutnya, bencana masih terjadi hingga kini akibat pengetahuan masyarakat yang masih lambat. Tak hanya itu, saat BNPB berbicara bencana dengan dunia usaha dan industri pariwisata, ternyata mereka menjadi tidak nyaman.
"Sehingga dibutuhkan komunikasi yang bijak supaya tidak menakut-nakuti masyarakat dan tidak membuat masyarakat abai," ujarnya.
Setelah 2018 lalu, BNPB mengaku menginvestasikan uang untuk kesiapsiagaan dan peringatan dini. Kemudian di tahun ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan BNPB memiliki anggaran yang sangat besar fokus ke gempa dan tsunami.
"Bahkan ada konsorsium (prediksi) gempa Selat Sunda. Kita bisa membayangkan kalau kejadiannya itu di sana," ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya menekankan komunikasi masif dengan metode risiko yang benar perlu ditingkatkan dengan baik. Karena itu, dia melanjutkan, upaya yang BNPB lakukan dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) harus masif.
"Kemudkan media diharapkan juga bisa berperan penting," katanya.
Sebelumnya, BNPB mengatakan, Indonesia adalah laboratorium bencana. Bencana yang terjadi bisa menimbulkan kerugian, baik harta benda maupun nyawa. "Indonesia adalah laboratorium bencana. Filosofi bencana adalah satu peristiwa yang mengakibatkan kerugian, baik harta benda maupun nyawa," ujar Sekretaris Utama BNPB, Lilik Kurniawan saat mengisi konferensi virtual, Jumat (21/1).
Lilik menyebutkan, ada empat kelas bencana, pertama bencana alam terkait geologi, vulkanologi seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami. Kelas kedua bencana terkait hidrometeorologi basah yang hubungannya dengan banjir hingga tanah longsor.
Kelas ketiga yaitu bencana hidrometeorologi kering yang hubungannya dengan kebakaran hutan dan lahan. Kelas terakhir atau keempat, dia menyebutkan bencana non-alam seperti pandemi Covid-19.