REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Kasus pelarangan liputan dan perampasan peralatan jurnalistik dua wartawan di Lampung oleh dua satpam Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandar Lampung pada Senin (24/1/202) dapat dipidana.
Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Juniardi mengecam aksi intimidasi dan arogansi dua satpam BPN Kota Bandar Lampung, yang melarang wartawan melakukan liputan peristiwa hingga perampasan peralatan kerja jurnalistik.
Ia menyebut aksi intimidasi terhadap wartawan dan perampasan alat kerja itu tidak hanya kriminal tapi juga bertentangan dengan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Aksi kekerasan intimidasi, melarang liputan, itu pidana, dan melanggar UU," kata Juniardi kepada Republika.co.id di Bandar Lampung, Selasa (25/1).
Kekerasan yang dimaksud yakni dua petugas satpam BPN terhadap dua wartawan saat meliput. "Ini dilakukan satpam, yang harusnya sudah bisa paham tetang kerja-kerja pers. Jangan-jangan satpam itu tidak pendidikan satpam, yang notabene di bawah naungan polri," kata Juniardi, juga mantan ketua Komisi Informasi (KI) Lampung.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Hendry Sihaloho menyayangkan pengusiran dan upaya perampasan alat kerja jurnalis. Sebab, keberadaan jurnalis Lampung Post dan Lampung TV guna memenuhi hak publik untuk tahu.
“Apa yang dilakukan satpam BPN mencederai kebebasan pers. Ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis,” kata dia.
Hendry meminta masyarakat untuk menghormati proses jurnalistik. Selain memenuhi hak publik atas informasi, pekerjaan jurnalis dilindungi UU Nomor 40/1999 tentang Pers. UU Pers mengatur bahwa kemerdekaan pers adalah wujud kedaulatan rakyat.
“Komunitas pers, khususnya perusahaan media, perlu serius menyikapi kekerasan terhadap jurnalis. Merekalah seyogianya yang terdepan. Perusahaan pers punya tanggung jawab atas keselamatan para jurnalisnya,” ujarnya.
Dua aparat satpam BPN Kota Bandar Lampung merampas kamera video dan handphone (HP) dua wartawan saat meliput di kantor BPN setempat, Senin (24/1). Dua satpam tersebut meminta hapus video dan rekaman HP dua wartawan saat meliput aksi Kelompok Masyarakat (Pokmas).
Dua wartawan yang mendapat perlakuan tidak sesuai dengan profesi yang dilindungi Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tersebut yakni Dedi Kapriyanto (Lampung TV), dan Salda Andala (Lampung Post).
Kedua wartawan tersebut meliput kedatangan puluhan anggota Pokmas di Kantor BPN Kota Bandar Lampung, Senin pukul 12.06 WIB. Kedatangan anggota Pokmas tersebut mempertanyakan sertifikat tanah mereka yang sudah didaftarkan ke BPN tahun 2017, namun tidak kunjung terbit sertifikatnya.