REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY - Para wartawan di Tijuana, kota perbatasan Meksiko, pada Kamis (17/2/2022) berdemonstrasi. Mereka mendesak Presiden Andres Manuel Lopez Obrador mengakhiri serentetan kekerasan yang telah menewaskan lima pekerja media tahun ini.
Mereka menjalankan aksi protes itu di dalam dan di luar barak-barak militer di Tijuana, tempat Lopez Obrador mengadakan konferensi pers pagi. Dua dari lima pekerja media yang tewas tahun ini dibunuh di Tijuana dan protes terjadi pada saat presiden meningkatkan serangan verbalnya terhadap jurnalis.
"Profesi kami sangat terluka. Seperti di seluruh Meksiko, kami bekerja di bawah bayang-bayang diserang dan dibunuh karena pekerjaan kami, dan kejahatan yang dilakukan terhadap kami tidak diatasi," kata reporter lokal Sonia de Anda selama konferensi itu.
Lopez Obrador mengatakan dia menyesali kematian itu dan bahwa tidak akan ada impunitas dalam kasus tersebut. Meskipun dia kemudian mengecam jurnalis "bayaran" yang katanya didanai oleh "penjaja pengaruh" dan Amerika Serikat untuk menyerangnya.
Dalam konferensi pers harian, komentar-komentar sengit presiden muncul setelah ia selama berhari-hari dihujani kritik tajam karena Lopez Obrador berulang kali menyiarkan dugaan jumlah gaji penyiar berita terkenal Meksiko, Carlos Loret de Mola. Kecaman Lopez Obrador terhadap Loret muncul setelah reporter itu menerbitkan sebuah laporan berisi tuduhan bahwa salah satu putra presiden tinggal di sebuah rumah di Texas milik seorang eksekutif perusahaan yang melakukan bisnis dengan perusahaan minyak negara Petroleos Mexicanos (Pemex).
"Kami meminta Anda untuk menghentikan pesan kebencian terhadap profesi secara umum, yang menempatkan kita semua dalam situasi yang sama," ujar wartawan bernama Alejandra Guerra di luar konferensi pers.
Serangkaian kekerasan terhadap jurnalis di negara itu telah menempatkan Lopez Obrador di bawah tekanan internasional, termasuk oleh anggota parlemen Amereka Serikat. Protes pada Kamis adalah yang terbaru yang diusung oleh wartawan di negara itu. Awal pekan ini, kalangan pers yang meliput Kongres negara itu berbalik sikap terhadap para legislator, seraya meneriakkan "Kami ingin tetap hidup!".