REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga kini Indonesia masih menghadapi tantangan stunting. Selain itu, Indonesia juga masih memikul beban ganda masalah gizi yaitu masih banyak penduduk yang mengalami kekurangan gizi mikro, makro dan gizi lebih.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto menjelaskan secara nasional, prevalensi balita stunting masih sebesar 24,4 persen, underweight sebesar 17 persen, dan wasting sebesar 7,1 persen (SSGI, 2021). Tantangan untuk meningkatkan status gizi semakin besar mengingat pandemi Covid-19 berpotensi untuk menyebabkan terganggunya kondisi kesehatan, sosial-ekonomi masyarakat serta mempengaruhi pola makan atau asupan makan.
"Kita masih harus bekerja keras dan perlu langkah luar biasa untuk menurunkan stunting hingga 14 persen di tahun 2024 sebagaimana yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Dalam upaya pencapaian target tersebut diperlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan (lintas Kementerian/Lembaga, Mitra pembangunan, Profesi, Perguruan Tinggi, Tokoh agama, tokoh masyarakat, dll)," tutur Agus di Jakarta pada Rabu (26/1).
Agus menyampaikan, percepatan penurunan stunting ini harus dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara K/L, pemda provinsi/kabupaten/kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan lain termasuk TNI POLRI. Intervensi spesifik dan sensitif harus dapat terimplementasi nyata di lapangan tentunya disertai strategi peningkatan kapasitas SDM dan edukasi baik ditingkat rumah tangga, posyandu, puskesmas dan lokasi lain untuk mendukung upaya perbaikan gizi untuk mencegah stunting sesuai amanah perpres no 72 tahun 2021.
Selain itu, Agus menyampaikan, momentum hari gizi bisa dipakai untuk berbagi dan bergerak bersama memberi perhatian pada remaja, ibu hamil, pasangan usia subur dan calon pengantin. Berdasarkan data, pasangan usia subur yang bukan peserta KB masih ada sebesar 16.347.800, jumlah ibu hamil sebesar 4.887.405 ibu dan balita stunting sebesar 5,33 juta balita.
"Perlu juga pendampingan khusus untuk daerah dengan jumlah kelompok risiko tinggi di 7 provinsi prioritas prevalensi stunting tinggi (NTT, sulbar, aceh, NTB, Sultra, Kalsel, Kalbar) dan 5 provinsi jumlah absolut besar (Jabar, Jatim, Jateng, banten dan Sumut) tanpa mengabaikan provinsi lainnya," imbuhnya.
Dalam memperingati Hari Gizi Nasional ke 62 pada Selasa (25/1) kemarin, Agus mengajak seluruh masyarakat ikut bahu membahu perang melawan stunting. Menurutnya, untuk mewujudkan SDM unggul untuk menuju Indonesia Maju, maka stunting harus dientaskan dari bumi Indonesia.
"Kemenko PMK mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bekerjasama dalam memerangi stunting karena masa depan suatu bangsa dan negara terletak kepada kemampuan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang maju dan berkualitas. Mari wujudkan SDM unggul dalam menyongsong industri 5.0," pungkasnya.